Korban Mbah Dukun
Di Banyak media massa tersedia jasa comblang perjodohan. Masing-masing dengan berbagai model dan variasi, tapi intinya sama,mendekatkan insane yang biasanya seret jodoh. Bukan berarti yang lelaki tidak ada, tapt sederet pencari jodoh sering didominasi oleh kaum hawa. Fenomena seret jodoh?
Problematika Kaum Muda
Menemukan jodoh idaman memang menjadi cita-cita setiap insane yang masih terpelihara fitrahnya. Kaum muda sebagai generasi yang mulai memasuki ranah rawan ini biasanya mempunyai perhatian tersendiri. Usia yang semakinmerayap membuat hati terasa gundah gulana. Tidak sedikit yang telah sekian lama menapaki hari-hari tidak jua mampu menghadirkan calon belahan jiwa. Perasaan gundah ini umumnya lebih sering dialami oleh kaum wanita. Umur pernikahan bagi kaum hawa lebih mempunyai makna mendalam, salah satunya berkaitan dengan batas masa kesuburan. Maka begitu ada indikasi menemukan sang belahan jiwa muncullah rasa senang dan bahagia.
Lebih berbahagia lagi kalau pertemuan itu berlanjut menuju titin sebuah pernikahan. Begitu usai akad nikah muncullah bunga-bunga di hati, begitu gembira seolah tak pernah ada masalah. Dalam benaknya seakan tak pernah terbetik bahwa sebuah rumah tangga yang mampu mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman pun tak lepas dari ujian dan cobaan.
Tak kunjung Tiba
Awal pernikahan memang hamper pasti selalu mengundang rasa bahagia. Namun, seperti ketika menapaki kehidupan berumahtangga, jalan menuju pernikahan itu sendiri bukannya sepi dari aral. Banyak factor yang berperan dalam masalah ini. Factor personal, factor lingkungan dan factor keluarga biasanya yang sering muncul, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan.
Kalau minimal ketiga factor tersebut mendukung, maka sebuah usaha menyongsong sang belahan jiwa terasa begitu mudahnya Insya Allah. Hanya saja salah satu atau lebih dari factor-faktor itu tidak jarang muncul sebagai penghambat. Akhirnya jalan menuju sebuah pernikahan kadang dirasakan bagai melintas di jalan setapak dengan jalan tertatih-tatih, sangat rawan untuk mengalami kegagalan.
Tidak setiap orang mampu memenej kegagalan yang sedang dialaminya. Apalagi kalau hal itu harus dialami sampai berulang kali. Hidupnya terasa menjadi sebuah perjalanan yang begitu sulit karena membawa beban yang sangat berat sambil mendaki jalan yang terjal. Kalau beban hidup semacam ini tidak segera diuraikan dikhawatirkan akan memunculkan masalah hidup yang lain.
Jangan Salah
Setiap orang memang ingin beban yang menghimpitnya segera hilang. Hanya setiap orang mungkin punya jalan pikiran yang tidak sama. Ada yang datng ke psikiater, ada yang mempercayai ke tokoh agama, ada juga yang berusaha menghilangkan dengan cara bertukar pikiran bersama teman karibnya yang mungkin saja pernah mengalami hal serupa. Dalam masalah begini jangan salah langkah dan salah mempercayai. Repotnya di Negara yang katanya mayoritas penduduknya muslim ini masih banyak yang menyerahkan masalah hidupnya ini kepada mbah dukun.
Sebagian orang masih percaya bahwa mbah dukun mampu menyambung hati dua insan. Sehingga yang tadinya benci jadi cinta, yang tadinya bersikap menolak manjadi mau menerima. Akhirnya banyak kasus cinta mbah dukun. Tidak hanya laki-laki yang kemudian menempuh jalur cinta mbah dukun, yang perempuan pun tidak sedikit. Pun tak hanya lajang, yang sudah menikah juga konsultasi dengan mbah dukun agar tak kehilangan pasangannya.
Hanya Kepada-Nya
Sebagai seorang muslim mestinya tahu batas-batas agama yang mengatur langkah hidupnya. Segala sesuatu-termasuk kesulitan-kesulitan hidup- hendaknya selalu diserahkan hanya kepada Allah. Penyerahan di sini bukan berarti sekedar berdoa dan berkeluh kesah kepada-Nya. Di samping itu harus ada usaha yang tetap berjalan di dalam koridor syariat-Nya. Pendek kata usaha itu tidak melanggar batasan syariat Allah.
Memang kalau sekedar melihat dari usaha, dating dan berkonsultasi ke dukun juga merupakan sebentuk usaha. Misalnya orang yang merasa sudah sekian lama belum juga ketemu jodoh. Ia kemudian menghubungi dukun untuk menanyakan nasib asmaranya. Atau orang yang menyukai seseorang, tapi bertepuk sebelah tangan, kemudian dating ke dukun minta cara agar cintanya diterima. Dalam pandangan orang awam dukun memang terkesan memberikan solusi dan pemecahan. Dukun akan mengajukan beberapa syarat sebelum memberikan apa yang ia sebut jalan keluar.
Hanya masalahnya syarat dan cara penyelesaian mbah dukun hamper selalu bertabrakan dengan syaraiat. Upaya-upaya dari mbah dukun -selain irasional- selalu melibatkan pihak ketiga. Yakni majikannya, jin setan. Setan akan memberikan jalan kesesatan yang Nampak sebagai jalan keluar. Demi keselamatan manusia maka Allah mengharamkan perdukunan, walau sekedar mendatanginya.
"Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian mempercayai perkataannya, maka sungguh ia telah mengingkari apa yang dibawa Muhammad." (HR. Ahmad)
Akibat Sampingan
Mempercayai dukun merupakan tindakan kesyirikan, termasuk menganggap sang dukun punya sifat seperti Allah yakni mengetahui sesuatu yang gaib. Padahal hanya Allahlah yang memegang kunci-kunci kegaiban.
"Dan pada sisi Allahlah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri."(Al-An'am:59)
Sebagian dukun tentunya tak mau kalau dia dianggap berlaku syirik, maka sering keluar darinya kata-kata 'tawadhu'. Bahwasannya mereka hanyalah perantara, semuanya kembali kepada Yang Kuasa. Kata-kata yang terkesan merendah ini justru mengundang simpati orang banyak. Semakin larislah dia.
Saying sekali kalau kita tertipu oleh berbagai hal yang bersifat basa-basi untuk menutupi kesesatan. Termasuk juga label, karena tidak setiap dukun mengaku sebagai dukun. Bagi seorang muslim sejati, nama tidak akan mengubah hakikat, sehingga mestinya jangan sampai tertipu.
Lebih runyam lagi kalau yang tertipu adalah seorang perempuan. Tambah lagi yang ditemuainya ternyata dukun cabul. Akhirnya tertipulah ia luar dalam. Sudah hina di hadapan Allah, ditambah kehilangan kehormatannya lagi. Untuk itu hendaknya kita senantiasa berlindung kepada Allah dari Iblis dan bala tentaranya, setan. Baik dari golongan jin maupun manusia.
Sumber : Majalah Nikah edisi 10/I/2002, hal. 24-25
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar