Kamis, 27 Desember 2007

TANDA ORANG YANG SOMBONG

TANDA ORANG YANG SOMBONG
Oleh : Syaikh Ibnu Atho'illah

" Sebagian dari tanda-tanda orang yang senantiasa membanggakan amal perbuatannya, berarti kurang mempunyai pengharapan terhadap rahmat Allah, tatkala terjadi kekhilafan pada dirinya ".

Sudah menjadi sunnatullah, bahwa manusia mempunyai sifat khilaf dan lupa. Walau bagaimanapun kepandaian seseorang, sekali waktu ia pasti berbuat khilaf dan lupa. Karena itu, sebagai makhluq yang lemah kita harus senantiasa memohon rahmat dan ampunan dari-Nya atas segala kekhilafan dan kesalahan kita, baik yang kita sengaja maupun tidak.
Apabila ada seseorang yang berbuat kekhilafan atau kesalahan, kemudian dia tidak mau memohon rahmat dan ampunan dari Allah, bahkan dia lalu menyombongkan diri atas amal perbuatannya, maka orang seperti inilah yang disebut sebagai kurang mempunyai pengharapan terhadap rahmat Allah, pada Al-Qur'an ayat 87 disebutkan, bahwa sesungguhnya tiada terputus asa dari mengharap rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.
Tersebutlah beberapa kisah tentang kesombongan makhluq Allah baik dari kalangan bangsa manusia sendiri maupun dari bangsa jin, yang dengan sombong tidak mau mengharap rahmat dari Allah dan hanya menyombongkan amal perbuatan diri sendiri.
Beberapa kisah tersebut antara lain :
I. Kisah tentang Abu Lahab dalam Al-Qur'an Surat Al-Lahb ayat 1 - 5.
1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
2. Tiadalah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah)
5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.

II. Kisah tentang Qorun dalam Al-Qur'an Surat Al-Qoshosh ayat 78.
Qorun berkata : "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karana ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat dari padanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.

III. Kisah tentang Iblis dalam Al-Qur'an Surat Al-A'rof ayat 12 - 13.
Allah berfirman : "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?"
Menjawab iblis : "Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".
Allah berfirman : "Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina".

Dari beberapa kisah diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang menyombongkan diri dan tiada mengharap rahmat dari Allah, sesungguhnya ia telah mencelakakan diri mereka sendiri, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Adapun tanda-tanda orang yang celaka, sebagaimana yang pernah diucapkan oleh Ibnul Qoyim Al-Jauzi, adalah sebagai berikut :
> Sesungguhnya semakin tambah ilmunya, semakin bertambah pula kesombongan dan kecongkakannya.
> Setiap bertambah amalnya, semakin bertambah kebanggaannya dan memandang rendah orang lain, serta semakin bertambah prasangka baiknya terhadap diri sendiri.
> Semakin tambah usianya, semakin bertambah rakus dan serakahnya kepada dunia.
> Semakin menumpuk harta dan kekayaannya, semakin bertambah bakhil dan kikirnya.
> Semakin meningkat derajat dan pangkatnya, semakin meningkat pula kesombongan dan keangkuhannya.

Sumber : Matnul Hikam (Jadilah Muslim Yang Berkualitas)

SYURAIH AL-QADLI

SYURAIH AL-QADLI (Sisi-Sisi Keadilan Islam Nan Membuat Air Mata Menitik Terharu)


"Ada orang yang bertanya kepada Syuraih, 'Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini?.' Dia menjawab, 'Dengan bermudzakarah bersama para ulama; Aku mengambil dari mereka dan mereka mengambil dariku" (Sufyan al-Ausi)

Amirul mu'minin, Umar bin Al-Khaththab membeli seekor kuda dari seorang laki-laki Badui, dan membayar kontan harganya, kemudian menaiki kudanya dan pergi.

Akan tetapi belum jauh mengendarai kuda, beliau menemukan luka pada kuda itu yang membuatnya terganggu ketika berpacu, maka beliau segera kembali ke tempat dimana beliau berangkat, lalu berkata kepada orang Badui tersebut, "Ambillah kudamu, karena ia terluka." Maka orang itu menjawab, "Aku tidak akan mengambilnya -wahai Amirul mu'minin- karena aku telah menjualnya kepada anda dalam keadaan sehat tanpa cacat sedikitpun." Lalu Umar berkata, "Tunjuklah seorang hakim yang akan memutus antaramu dan aku." Lalu orang itu berkata, "Yang akan menghakimi di antara kita adalah Syuraih bin al-Harits al-Kindi." Lalu Umar berkata, "Baiklah, aku setuju."

Amirul mu'minin Umar bin al-Khathab dan pemilik kuda pun menyerahkan perkaranya kepada Syuraih. Ketika Syuraih mendengar perkataan orang Badui, dia menengok ke arah Umar bin al-Khaththab dan berkata, "Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirul mu'minin?." "Ya." Jawab 'Umar. Syuraih berkata, "Simpanlah apa yang anda beli- wahai Amirul mu'minin- atau kembalikanlah sebagaimana anda menerima."

Maka Umar melihat kepada Syuraih dengan pandangan kagum dan berkata, "Beginilah seharusnya putusan itu; ucapan yang pasti dan keputusan yang adil. Pergilah anda ke Kufah, aku telah mengangkatmu sebagai hakim (Qadli) di sana."

Pada saat diangkat sebagai hakim, Syuraih bin al-Harits bukanlah seorang yang tidak dikenal oleh masyarakat Madinah atau seorang yang kedudukannya tidak terdeteksi oleh ulama dan Ahli Ra'yi dari kalangan para pembesar Sahabat dan Tabi'in.

Orang-orang besar dan generasi dahulu, telah mengetahui kecerdasan dan kecerdikan Syuraih yang sangat tajam, akhlaknya yang mulia dan pengalaman hidupnya yang lama dan mendalam.

Dia adalah seorang berkebangsaan Yaman dan keturunan Kindah, mengalami hidup yang tidak sebentar pada masa Jahiliyah.

Ketika jazirah Arab telah bersinar dengan cahaya hidayah, dan sinar Islam telah menembus bumi Yaman, Syuraih termasuk orang-orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menyambut dakwah hidayah dan kebenaran. Waktu itu mereka telah mengetahui keutamaannya dan mengakui akhlak dan keistimewaannya.

Mereka sangat menyayangkan dan bercita-cita andaikata dia ditakdirkan untuk datang ke Madinah lebih awal sehingga bertemu Rasulullah SAW sebelum beliau kembali kepada Tuhannya, dan mentransfer ilmu beliau yang jernih bersih secara langsung, bukan melalui perantara dan supaya beruntung mendapatkan predikat "sahabat" setelah mengenyam nikmatnya iman. Dengan begitu, dia akan dapat menghimpun segala kebaikan. Akan tetapi dia sudah ditakdirkan untuk tidak bertemu dengan Rasulullah.

Umar al-Faruq radliyall���âhu 'anhu tidaklah tergesa-gesa, ketika menempatkan seorang Tabi'in pada posisi besar di peradilan, sekalipun pada waktu itu langit-langit Islam masih bersinar-sinar dengan bintang-bintang sahabat Rasulullah Shallall���âhu 'alaihi Wa Sallam. Waktu telah membuktikan kebenaran firasat Umar dan ketepatan tindakannya dimana Syuraih menjabat sebagai hakim di tengah kaum muslimin sekitar enam puluh tahun berturut-turut tanpa putus.

Pengakuan terhadap kapasitasnya dalam jabatan ini dilakukan secara silih berganti sejak dari pemerintahan Umar, Utsman, Ali hingga Muawiyah radliyall���âhu 'anhum.

Begitu pula dia diakui oleh para khalifah Bani Umayyah pasca Muawiyah, hingga akhirnya pada zaman pemerintahan al-Hajjaj dia meminta dirinya dibebaskan dari jabatan tersebut. Dan pada waktu itu dia telah berumur seratus tujuh tahun, dimana hidupnya diisi dengan segala keagungan dan kebesaran.

Sejarah Peradilan Islam telah bergelimang dengan sikap Syuraih yang menawan dan berkibar dengan ketundukan kalangan elit dan awam kaum Muslimin terhadap syari'at Allah yang ditegakkan Syuraih dan penerimaan mereka terhadap hukum-hukum-Nya. Buku-buku induk penuh dengan keunikan, berita, perkataan dan tindakan tokoh langka satu ini.

Di antara contohnya adalah, bahwa suatu hari Ali bin Abi Thalib RA kehilangan baju besinya yang sangat disukainya dan amat berharga baginya. Tidak lama dari itu, dia menemukannya berada di tangan orang kafir dzimmi. Orang itu sedang menjualnya di pasar Kufah. Ketika beliau melihatnya, beliau mengetahui dan berkata, "Ini adalah baju besiku yang jatuh dari ontaku pada malam anu, di tempat anu." Lalu kafir Dzimmi itu berkata, "Ini adalah baju besiku dan sekarang ada di tanganku, wahai Amirul mu'minin." Lalu Ali berkata, "Itu adalah baju besiku, aku belum pernah menjualnya atau memberikannya kepada siapapun, hingga kemudian bisa jadi milik kamu."

Lalu orang kafir itu berkata, "Mari kita putuskan melalui seorang Hakim kaum Muslimin." Lalu Ali berkata, "Kamu benar, mari kita ke sana." Kemudian keduanya pergi menemui Syuraih al-Qadli, dan ketika keduanya telah berada di tempat persidangan, Syuraih berkata kepada Ali RA, "Ada apa wahai Amirul mu'minin?."

Lalu Ali menjawab, "Aku telah menemukan baju besiku di bawa orang ini, baju besi itu telah terjatuh dariku pada malam anu dan di tempat anu. Kini ia telah berada di tangannya tanpa melalui jual beli ataupun hibah."

Lalu Syuraih berkata kepada orang kafir itu, "Dan apa jawabmu, wahai orang laki-laki?." Lalu dia menjawab, "Baju besi ini adalah milikku dan ia ada di tanganku tapi aku tidak menuduh Amirul mu'minin berdusta." Maka Syuraih menoleh ke arah Ali dan berkata, "Aku tidak meragukan bahwa anda adalah orang yang jujur dalam perkataanmu, wahai Amirul mu'minin, dan bahwa baju besi itu adalah milikmu, akan tetapi anda harus mendatangkan dua orang saksi yang akan bersaksi atas kebenaran apa yang anda klaim tersebut."

Lalu Ali berkata, "Baiklah! Budakku Qanbar dan anakku al-Hasan akan bersaksi untukku." Maka Syuraih berkata, "Akan tetapi kesaksian anak untuk ayahnya tidak boleh, wahai Amirul mu'minin." Lalu Ali berkata, "Ya Subhanallah!! Orang dari ahli surga tidak diterima kesaksiannya!! Apakah anda tidak mendengar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemuda ahli surga."

Lalu Syuraih berkata, "Benar wahai Amirul mu'minin! namun aku tidak menerima kesaksian anak untuk ayahnya." Setelah itu Ali menoleh ke arah orang kafir itu dan berkata, "Ambillah, karena aku tidak mempunyai saksi selain keduanya." Maka kafir Dzimmi itu berkata, "Akan tetapi aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah milikmu, wahai Amirul mu'minin."

Kemudian dia meneruskan perkataannya, "Ya Allah! Kok ada Amirul mu'minin menggugatku di hadapan hakim yang diangkatnya sendiri, namun hakimnya malah memenangkan perkaraku terhadapnya!! Aku bersaksi bahwa agama yang menyuruh ini pastilah agama yang haq. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Hamba dan utusan Allah." Ketahuilah wahai Qadli, bahwa baju besi ini adalah benar milik Amirul mu'minin. Aku mengikuti tentara yang sedang berangkat ke Shiffin (Suatu daerah di Siria, di sana terjadi peperangan besar antara Ali dan Muawiyah RA) lalu menemukan baju besi terjatuh dari onta berwarna abu-abu, lalu memungutnya."

Maka Ali RA berkata kepadanya, "Karena engkau telah masuk Islam, maka aku menghibahkannya kepadamu, dan aku memberimu juga seekor kuda."

Dan belum lama dari kejadian ini, orang kafir itu ternyata ditemukan mati syahid saat ikut berperang melawan orang-orang Khawarij di bawah bendera Ali, pada perang Nahrawan. Orang itu amat bersemangat dalam berperang hingga dia mati syahid."

Di antara sikap menawan yang ditunjukkan juga oleh Syuraih adalah bahwa pernah suatu hari, putranya berkata kepadanya, "Wahai ayahku, sesungguhnya antara aku dan kaum kita ada perselisihan, maka telitilah perkaranya; jika kebenaran ada di pihakku, aku akan menggugat mereka ke pengadilan dan jika kebenaran ada di pihak mereka, aku akan mengajak mereka berdamai." Kemudian sang putra menuturkan kisahnya kepada ayahnya.

Lalu ayahnya berkata kepadanya, "Kalau begitu, pergilah dan ajukan mereka ke pengadilan." Lalu putranya menemui lawannya dan mengajak mereka memperkarakannya ke pengadilan. Mereka pun menyetujuinya.

Dan ketika mereka telah berada di hadapan Syuraih, Syuraih memenangkan perkara mereka terhadap putranya.

Ketika syuraih dan putranya telah pulang ke rumah, sang putra berkata kepada ayahnya, "Engkau telah mempermalukanku, wahai ayahku!" Demi Allah seandainya aku tidak mengkonsultasikannya terlebih dahulu kepadamu, tentu aku tidak akan mengecammu seperti ini." Maka syuraih berkata, "Wahai anakku, Sungguh engkau memang lebih aku cintai daripada bumi dan seisinya, akan tetapi Allah 'Azza wa Jalla lebih Mulia dan berharga bagiku daripada dirimu. Bila aku beritahukan kepadamu bahwa kebenaran berada di pihak mereka, aku khawatir engkau akan mengajak mereka berdamai dimana hal ini akan menghilangkan sebagian hak mereka. Karenanya, aku mengatakan kepadamu seperti itu tadi."

Pernah terjadi bahwa anak Syuraih menjadi jaminan seseorang, dan Syuraih menerimanya, ternyata orang itu kabur dari pengadilan. Maka Syuraih memenjarakan anaknya sebagai ganti jaminan orang yang kabur itu. Akhirinya, Syuraih sendiri yang mengirimi makanannya setiap hari ke penjara.

Terkadang, Syuraih meragukan sebagian saksi. Namun dia tidak mendapatkan jalan untuk menolak kesaksiannya, karena syarat keadilan telah mencukupi mereka, maka dia berkata kepada mereka sebelum mereka menyatakan kesaksiannya,

"Dengarkanlah aku -mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada anda semua-Sesungguhnya yang menghakimi orang ini adalah kalian sendiri. Dan sesungguhnya aku hanya menjaga diri dari api neraka melalui kalian. Karena itu, bila kalian sendiri yang berlindung darinya adalah lebih utama lagi."

Sekarang memungkinkan bagi kalian untuk tidak memberikan kesaksian dan berlalu.

Jika mereka bersikeras untuk bersaksi, Syuraih menoleh kepada orang yang mereka bersaksi untuknya, seraya berkata, "Ketahuilah, wahai tuan, sesungguhnya aku mengadili anda melalui kesaksian mereka. Dan sesungguhnya aku melihat anda adalah orang yang dzalim. Akan tetapi aku tidak boleh memberikan putusan berdasarkan sangkaan, tetapi berdasarkan kesaksian para saksi. Dan sesungguhnya keputusanku, tidak menghalalkan sama sekali apa yang diharamkan Allah terhadapmu."

Dan ungkapan yang sering diulang-ulang oleh Syuraih di ruang sidangnya adalah perkataannya, "Besok orang dzalim akan mengetahui siapa yang rugi. Sesungguhnya orang yang dzalim sedang menunggu siksa. Sedangkan orang yang teraniaya menunggu keadilan. Dan sesungguhnya aku bersumpah kepada Allah, bahwa tidak ada seorangpun yang meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, kemudian dia merasa kehilangannya."

Syuraih bukan hanya sebagai penasehat karena Allah, Rasul-Nya dan Kitab-Nya saja, akan tetapi dia juga penasehat untuk kalangan awam dan kalangan khusus kaum muslimin semua. Salah seorang dari mereka meriwayatkan, "Syuraih memperdengarkan kepadaku suatu ucapan saat aku mengadukan sebagian sesuatu yang meresahkanku karena ulah seorang kawanku. Lantas Syuraih memegang tanganku dan menarikku ke pinggir seraya berkata, "Wahai anak saudaraku, janganlah kamu mengadu kepada selain Allah Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya orang yang kamu mengadu kepadanya, bisa jadi dia adalah kawanmu atau musuhmu. Kalau dia kawan, berarti kamu akan membuatnya bersedih. Dan kalau dia musuh, maka kamu akan ditertawakannya."

Kemudian dia berkata, "Lihatlah mataku ini- dan dia menunjuk ke salah satu matanya- Demi Allah, aku tidak bisa melihat seseorang dan jalan karenanya sejak lima belas tahun lalu. Sekalipun demikian, aku tidak ceritakan kepada siapapun mengenainya, kecuali kepadamu sekarang ini. Tidakkah kamu mendengar ucapan seorang hamba yang shaleh (yakni Nabi Ya'qub a.s), 'Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.'(Yusuf:86). Maka jadikanlah Allah Azza wa Jalla sebagai tempat mengadu dan melampiaskan kesedihanmu setiap kali musibah menimpamu.

Karena Dia adalah Dzat Yang paling Dermawan dan Yang paling dekat untuk diseru." Pada suatu hari, dia melihat ada seseorang sedang meminta sesuatu kepada orang lain, lalu dia berkata kepadanya, "Wahai anak saudaraku, siapa yang memohon hajat kepada manusia, maka dia telah menjerumuskan dirinya ke dalam perbudakan. Jika orang yang diminta itu memberinya, maka dia telah menjadikannya budak karena pemberian itu.

Dan jika orang itu tidak memberinya, maka keduanya akan kembali dengan kehinaan. Yang satu, hina karena bakhil sedangkan yang satu lagi hina karena ditolak. Maka jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan, memohonlah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, bahwa tidak ada upaya, kekuatan dan pertolongan kecuali dengan Allah.

Saat suatu ketika, di Kufah telah mewabah penyakit Tha'un, lalu salah seorang sahabat Syuraih kabur dari sana menuju ke Najef untuk menyelamatkan diri dari penyakit tersebut, maka Syuraih mengirim surat kepadanya, "Amma ba'du, Sesungguhnya daerah yang kamu tinggalkan tidak mendekatkan kematianmu dan tidak juga merampas hari-harimu. Dan sesungguhnya daerah yang kamu pindah ke sana adalah berada dalam genggaman Dzat Yang tidak bisa dikalahkan dengan usaha dan tidak akan luput pelarian itu dari-Nya.

Dan sesungguhnya kami dan kamu juga berada di atas hamparan Raja Yang Satu. Dan sesungguhnya Najef adalah sangat dekat dari Dzat Yang Maha Kuasa." Di samping hal itu semua, Syuraih juga seorang penyair, mudah dicerna, manis penyampaiannya dan tema-temanya begitu memikat.

Menurut suatu riwayat, dia mempunyai seorang anak berumur sekitar sepuluh tahun, dan anak itu lebih suka meghabiskan waktu untuk bermain dan berhura-hura. Pada suatu hari dia kehilangan anak itu, dan ternyata anak itu tidak masuk sekolah dan menggunakan wakut tersebut untuk melihat anjing-anjing. Dan ketika anak itu pulang, dia bertanya kepadanya, Apakah kamu sudah shalat? Maka anak itu menjawab, Belum. Lalu Syuraih meminta kertas dan pena, lalu menulis surat kepada guru anak itu dalam untain berikut: Anak ini meninggalkan shalat karena mencari anjing-anjing Mengincar kejelekan bersama anak-anak nakal Sungguh dia akan menemuimu besok membawa secarik lembaran. Dituliskan untuknya seperti lembaran pemohon (minta dieksekusi)
Jika dia datang kepadamu, maka obatilah dengan celaan. Atau nasehati dengan nasehat orang bijak lagi cerdik. Jika ingin memukulnya, maka pukullah dengan alat. Jika pukulan telah sampai tiga kali, maka hentikanlah. Ketahuilah bahwa anda tidak akan mendapatkan sepertinya. Apapun yang diperbuatnya, ia adalah jiwa yang paling berharga bagiku

Mudah-mudahan Allah meridhai Umar al-Faruq yang telah menghias wajah peradilan Islam dengan permata yang mulia lagi asli. Mutiara yang putih dan tampak menawan.

Beliau telah memberikan lentera terang kepada kaum muslimin yang hingga sekarang mereka masih mengambil sinar kefiqihannya terhadap syariat Allah. Berpetunjuk dengan cahaya kefahamannya terhadap Sunnah Rasulullah. Dan berbangga dengannya terhadap umat-umat lain pada hari kiamat. Mudah-mudahan Allah merahmati Syuraih aql-Qadhli.

Dia telah menegakkan keadilan di tengah manusia selama enam puluh tahun, tidak pernah berbuat dzalim terhadap siapapun, tidak pernah melenceng dari kebenaran serta tidak pernah membedakan antara raja dan masyarakat biasa.

CATATAN:
Sebagai bahan tambahan biografi Syuraih al-Qadli, silahkan baca:
ath-Thabaqat al-Kubra, oleh Ibnu Sa'd, 6/11, 34, 94, 108, 109, 170, 206, 268, dan 7/151, 194, 453 dan 8/ 494.
Shifat ash-Shafwah, oleh Ibnu Al-Jauzi (cetakan Halb), 3/38.
Hilyatu al-Auliya, oleh Al-Ashfahani, 4/256-258.
Tarikh ath-Thabari, oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jilid 4,5,6 (Lihat daftar isi di jilid 10)
Tarikh Khalifah Ibnu Khayyath, 129, 158, 184, 217, 251, 266, 298, 304.
Syadzarat adz-Dzahab, 1/85-86.
Fawat al-Wafayat, 2/167-169.
Kitab al-Wafayat, oleh Ahmad bin Hasan bin Ali bin Al-Khathib, 80-81.
al-Muhabbar, oleh Muhammad bin Habib, 305, 387.
Dairatu al-Ma'arif, oleh farid Wajdi, 5/373-473.

Abu Bakar Ash Shidiq

Abu Bakar Ash Shidiq
Oleh : Haryanto


Kompetensi inti atau kompetensi utama Abu Bakar RA terdiri dari
integritas (ING), konsisten dan komitmennya (CO) pada kebenaran,
kepemimpinan (Leadership)yang kuat dan kedermawanan (Charitable).

Beliau adalah sahabat yang paling mulia setelah Rasululah Orang
pertama-tama masuk Islam. Orang yang menggantikan Rasulullah sebagai
Imam. Sahabat sejak kecil sekaligus mertua Rasulullah

ING (Integritas)

Integritas adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan
kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaaan
yang sulit untuk melakukan ini, dengan kata lain "satunya kata dengan
perbuatan". Mengkomunikasikan maksud ide dan perasan secara terbuka,
jujur dan langsung sekalipun dalam negoisasi yang sulit dengan pihak
lain.[1]

Begitupun Abu Bakar, ia adalah orang yang memiliki integritas dan
kejujuran yang tinggi. Ini dibuktikan dalam kesederhanaan hidupnya.
Serta sikapnya yang sangat cermat, teliti dan hati-hati dalam mengelola
kas Negara (baitul maal).

Joesoef Sou'ib dalam bukunya Sejarah Khulafaur Rasyidin menyatakan,
meskipun sebagian panglima perang dan pejabat pemerintahan khalifah Abu
Bakar hidup dalam kemewahan, namun beliau tetap hidup dalam
kesederhanaan.

"... akan tetapi khalifah abu Bakar tetap tinggal dalam rumah
biasa di Medinah, hidup sebagai rakyat biasa, membeli kebutuhannya di
pasar dan menjadi imam setiap sholat lima waktu."[2]

"Sejarah mencatat bahwa masa pemerintahannya yang 2 tahun 3 bulan
itu, Abu Bakar hanya mengeluarkan 8.000 (delapan ribu) dirham[3] dari
Baitul Maal bagi keperluan keluarganya."[4] Beliau juga menolak
mengambil dari Baitul Maal melebihi dari kebutuhan hidupnya.[5]

"... Abu Bakar wafat meninggalkan seekor unta, ember, susu dan
baju resmi, serta dengan gigih mengembalikannya ke Baitul Maal."[6]
Adakah pejabat di negeri ini seperti beliau? Atau justru mobil, uang,
deposito, rumah, perusahaan dan tanah mereka semakin banyak serta
semakin sulit dihitung oleh KPK.

Abu Bakar juga termasuk orang yang dapat dipercaya dan sangat
dipercaya oleh Rasulullah ??? ???? ???? ?????. Rasulullah berkata,
"Tidak kuajak seorangpun masuk Islam melainkan ia ragu dan bimbang,
kecuali Abu Bakar." (Riwayat Ibnu Ishaq).[7]

Ia adalah teman setia Rasulullah dalam perjalanan hijrah. Dan yang
menemani beliau ketika di gua Tsur. Beliau juga tidak pernah absen
dalam semua peperangan bersama Rasulullah.[8] Kalau bukan orang
terpercaya tentu Rasulullah tidak akan mengajak Abu Bakar dalam
perjalanan yang sangat rahasia dan sangat berbahaya ini.

Bahkan ketika Rasulullah melakukan Isra' Mi'raj dari Masjidil haram ke
Masjidil Aqsha kemudian naik ke langit tujuh, banyak orang musyrik yang
tidak percaya. Lalu mereka mendatangi Abu Bakar dengan harapan Abu
Bakar akan menolaknya.

Tetapi ternyata Abu Bakar mejawab, "Jika memang benar Muhammad yang
mengatakannya, maka ia telah berkata benar, dan sungguh aku akan
membenarkannya lebih dari itu."[9] Karena itulah Abu Bakar mendapat
gelar Ash Shidiq.

Komitmen Pada Jama'ah (Commitmen to Organization)

Kompetensi inti (core) lainnya dari Abu Bakar adalah komitmennya
pada organisasi (jama'ah). Komitmen Organisasi adalah kemampuan dan
kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan,
perioritas dan sasaran organisasi, ini mencakup cara-cara mengembangkan
tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi. Intinya adalah mendahulukan
misi organisasi dari pada kepentingan pribadi.[10]

Dalam bahasa penulis adalah mendahulukan kepentingan umat dan jama'ah
kaum muslimin di atas kepentingan pribadi. Jama'ah juga berarti
komitmen kepada kebenaran.

Dan Abu Bakar adalah orang yang sangat mendahulukan kepentingan
umatnya/kaum muslimin serta sangat komitmen dengan kebenaran.

Contohnya, setelah diangkat sebagai khalifah, beliau berkhutbah dan
berpidato di atas mimbar Masjid Nabawi :

Hai orang banyak semuanya

Aku diangkat mengepalai kalian

Dan aku bukanlah yang terbaik diantara kalian

Jika aku membuat kebaikan

Maka dukunglah aku

Jika aku membuat kejelekan

Maka luruskanlah aku

Kebenaran itu suatu amanat

Dan kebohonganitu suatu khianat

Yang terlemah diantara kalian aku anggap yang terkuat sampai aku
mengambil dan memulangkan haknya.

Yang terkuat diantara kalian aku anggap yang terlemah sampai aku
mengambil hak si lemah dari tangannya.

Janganlah seorangpun diantara kalian meninggalkan jihad

Kaum yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah

Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya.

Bila aku mendurhakai Allah dan Rasul-Nya tidak ada kewajiban patuh
kepadaku

Kini marilah kita melakukan sholat

Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada kalian[11]

Coba anda cari pemimpin di dunia yang siap dikritik jika melakukan
kesalahan dan kejahatan. Pemimpin-pemimpin kerdil itu justru
memberangus, memenjarakan dan membunuh orang-orang yang mengkritiknya.

Beliau juga sangat komitmen dalam tugasnya menjaga kemurnian ajaran
Islam. Karena pada saat itu terjadi banyak kesesatan seperti lahirnya
nabi palsu Musailamah Al Kadzab la'natullah, gerakan pemurtadan
(riddah) dan pembangkangan.

Sejarawan Islam Joesoef Sou'yb mencatat, "Wafatnya Rasululah telah
menimbulkan kegoncangan di semenanjung Arabia. Timbul gerakan riddat
disana-sini. Yakni gerakan membelot dari agama Islam. Hampir seuruh
kabilah-kabilah di luar kota Madinah dan Mekah terlibat dalam gerakan
riddat. Begitupun kerajaan-kerajaan setempat pada belahan selatan
Arabia. Peristiwa itu menimbulkan kecemasan yang besar di ibukota
Madinah Al Munawwarah."[12]

Dalam kondisi seperti ini tampak jelas kompetensi Abu Bakar dalam
membela kebenaran sekaligus juga kuatnya karakter kepemimpinan
(Leadership)dan keberanian beliau.

Dengan komitmen dan tekad yang bulat Abu Bakar mengirimkan pasukan
untuk memberantas para pemeberontak agama tersebut. Akhirnya beliau
berhasil mengatasi ujian berat ini. Beliau berhasil menumpas kaum
riddat di Bahrain, Oman, Mahra, Hadralmaut dan Yaman.[13]

Komitmen dalam kebenaran ini juga ditunjukkan dalam sikapnya untuk
selalu memenuhi hak-hak Allah SWT dan hak-hak manusia. Suatu hari
Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat :

"Siapa diantara kalian yang berpuasa hari ini?", "Saya jawab Abu
Bakar.". Siapa yang mengiringi jenazah pada hari ini?, "Saya jawab Abu
Bakar." Siapa diantara kalian yang memberi makan fakir miskin pada hari
ini?, "Saya jawab Abu Bakar." (HR Muslim).[14]

Team Leadership (TL) Abu Bakar

Kepemimpinan Abu Bakar terlihat pada sikapnya dalam membela
kebenaran dan menumpas gerakan pemurtadan & nabi palsu sebagaimana
telah dijelaskan di atas.

Bukti ini juga terlihat dalam debat yang seru antara beliau dan
Umar bin Khattab dalam mensikapi orang-orang yang tidak mau membayar
zakat.

Umar berpendirian bahwa mereka tidak perlu diperangi selama mereka
masih sholat. Sementara Abu Bakar berpendirian untuk memerangi dan
menumpas orang yang memisahkan antara sholat dan zakat. Sebab zakat
adalah bagian dari rukun Islam. Maka jika salah satunya roboh maka
robohlah rukun Islam. Yang berarti keluar dari Islam (murtad).

Bukti lainnya adalah hanya
Bukti ini juga terlihat dalam debat yang seru antara beliau dan Umar
bin Khattab dalam mensikapi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.

Umar berpendirian bahwa mereka tidak perlu diperangi selama mereka
masih sholat. Sementara Abu Bakar berpendirian untuk memerangi dan
menumpas orang yang memisahkan antara sholat dan zakat. Sebab zakat
adalah bagian dari rukun Islam. Maka jika salah satunya roboh maka
robohlah rukun Islam. Yang berarti keluar dari Islam (murtad).

Bukti lainnya adalah hanya Abu Bakar (diantara para sahabat) yang
mampu meng-Islamkan seluruh anggota keluarganya. Beliau meng-Islamkan
bapak dan ibunya. Semua anak laki-lakinya yaitu Abdullah, Abdurrahman
dan Muhammad. Dan anak-anak perempuannya yaitu Asma', Aisyah dan Ummi
Habibah.

Beliau juga meng-Islamkan semua istri-istrinya. Qatilah, Ummi
Ruman dan Asma' binti Umais dan Habibah binti Kharijah Radiyallahu
'anhum.[1]

Selain itu beliau juga meng-Islamkan sahabat-sahabat terkemuka. Seperti
Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi
Waqqash, Thallah bin Ubaidilah dan Abu Ubaydah bin Jarrah Radhiyallahu
'anhum. Semuanya termasuk orang-orang yang dijamin masuk syurga.[2]

Charitable (CH)- Kedermawanan Abu Bakar

Beliau adalah saudagar yang kaya raya. Dengan hartanya ia bebaskan para
budak. Yaitu Bilal, Amir ibnu Fuhairah, Zunairah, Nahdiyah dan
putrinya, Jariyah binti Mua'amil dan Ummu Ubays.[3]

Abu Bakar RA juga sangat dermawan. Namun hidupnya sangat
sederhana. 'Aisyah berkata, "Abu Bakar menginfakkan 4.000 dirham kepada
Nabi SAW." "Ketika meninggal dunia, beliau tidak meninggalkan satu
dinar dan tidak pula satu dirhampun. " kata putrinya 'Aisyah RA.[4]

Padahal kita tahu beliau adalah khalifah. Seorang kepala negara yang
memiliki kedudukan tertinggi dalam pemerintahan.

Bahkan menurut riwayat beliau pernah menyumbangan seluruh hartanya
untuk dakwah Islam. Sampai-sampai Rasulullah bertanya, "Lalu apa yang
kau tinggalkan untuk keluargamu?". Abu Bakar menjawab, "Allah dan
Rasul-Nya."[5]

[1]Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Ilmu dan Ulama, Pustaka Azzam
(Jakarta:2001), hal. 164.

[2]Ibid Muhammad Sa'id Mursi, hal. 6.

[3]Ibid hal. 6.

[4]Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari, Pustaka Azzam (Jakarta:2006),
jilid 18, hal. 397. 1 dirham = 3,5 gram perak.

[5]Khalid Muhammad Khalid hal. 81.

--------------------------------------------------------------------------------

[1]Joko Siswanto, Materi Pelatihan SDM, Manajemen SDM Berbasis
Kompetensi

[2]Joesoef Sou'yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang
(Jakarta:1979), hal. 132.

[3]1 dirham setara dengan 3.5 gram perak.

[4]Joesoef Sou'yb, hal 133.

[5]Khalid Muhammad Khalid, Kehidupan Para Khalifah teladan, Pustaka
Amani (Jakarta:1995), hal. 81

[6]Ibid

[7]Syaikh Muhammad Sa'id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar islam Sepanjang
Sejarah, Pustaka Al Kautsar (Jakarta:2007), hal. 6.

[8]Ibid hal. 8.

[9]Muhammad Sa'id Ramadhan Al Buthy, Sirah Nabawiyah, Rabbani Press
(Jakarta:1992), Buku Kesatu, hal. 193.

[10]Joko Siswanto, Materi pelatihan Manajemen SDM Berbasis Kompetesi.

[11]Joesoef Sou'yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang
(Jakarta:1979), hal. 26-27. Pidato tersebut dilakukan menjelang sholat
Isya'

[12]Ibid hal. 31.

[13]Ibid hal. 77-84.

[14]Ibid hal. 7.

Sirah Nabawiyah: Perang Thaif [Tahun 9 H]

Sirah Nabawiyah :

Perang Thaif [Tahun 9 H]


Ketika orang-orang Tsaqif yang kalah tiba di Thaif, mereka menutup
pintu-pintu kotanya dan membuat sejumlah persiapan untuk perang. Urwah bin
Mas'ud dan Ghailan bin Salamah tidak ikut hadir di Perang Hunain dan
pengepungan Thaif, karena keduanya berada di Jurasy sedang bertugas
mempelajari pembuatan dabbabah*, minjaniq**, dan dhabur***".

"Setelah perang Hunain reda, Rasulullah berangkat ke Thaif. Ketika beliau
memutuskan berangkat ke Thaif, Ka'ab bin Malik RA berkata,
'Kami lumat seluruh keraguan dari Tihamah dan Khaibar
Kemudian kami mengistirahatkan pedang-pedang kami dari perang
Kami berbicara dengan pedang-pedang kami
Jika pedang-pedang kami dapat berbicara, ia pasti berbicara
Aku bukan wanita menyusui anak jika kalian tidak pernah melihatnya
Ada beribu-ribu orang dari kami di halaman kalian
Kami cabut atap rumah di Wajj
Hingga rumah-rumah kalian menjadi kosong tanpa kalian

"Rasulullah berjalan melewati Nakhlah Al-Yamaniyah, Qarn, Al-Mulaih, dan
Bahrah Ar-Rugha' dari Liyyah****. Di sana, Rasulullah membangun masjid dan
mengerjakan shalat di dalamnya".

Kemudian Rasulullah berjalan melewati jalan Adh-Dhaiqah. Ketika Rasulullah
berjalan ke arah jalan tersebut, beliau bertanya tentang nama jalan
tersebut, "Apa nama jalan ini?". Dikatakan kepada beliau, "Jalan ini
bernama Adh-Dhaiqah". Rasulullah bersabda, "Aku ganti jalan ini menjadi
Al-Yusra".

Setelah itu, Rasulullah keluar dari jalan Adh-Dhaiqah (Al-Yusra) melewati
Nakhab dan berhenti di pohon bernama Ash-Shadirah yang dekat dengan kebun
salah seorang dari Tsaqif. Rasulullah pergi menemui pemilik kebun tersebut
dan berkata kepadanya, "Engkau harus pergi dari sini. Jika tidak, kami akan
menghancurkan kebunmu". Orang dari Tsaqif tersebut menolak keluar dari
kebunnya, kemudian Rasulullah memerintahkan penghancuran kebun orang Tsaqif
tersebut.

Setelah itu, Rasulullah meneruskan perjalanan hingga tiba di daerah dekat
Thaif dan di sana beliau bermarkas. Tapi, di tempat tersebut beberapa orang
dari sahabat Rasulullah terkena lemparan anak panah, karena markas beliau
berdekatan dengan tembok Thaif, jadi tidak heran kalau anak panah mengenai
kaum muslimin dan mereka tidak dapat memasuki tembok orang-orang Thaif
karena orang-orang Thaif menutup temboknya. Ketika beberapa sahabat terkena
serangan anak panah, Rasulullah memindahkan markasnya ke masjid beliau yang
ada di Thaif sekarang (waktu penulisan buku ini), kemudian beliau mengepung
orang-orang Thaif dua puluh malam lebih".

"Ketika Rasulullah ditemani dua orang istrinya, salah satunya ialah Ummu
Salamah binti Abu Umaiyyah. Untuk itu, dua kubah untuk keduanya dipasang
dan Rasulullah mengerjakan shalat di antara kedua kubah tersebut. Ketika
orang-orang Tsaqif masuk Islam, Amr bin Umaiyyah bin Wahb bin Muattib bin
Malik membangun masjid di tempat shalat Rasulullah tersebut. Di masjid
tersebut terdapat sebuah tiang yang jika matahari terbit dan sinarnya
mengenainya, maka terdengar suara. Rasulullah mengepung orang-orang Thaif,
memerangi mereka dengan dahsyat, dan terjadi saling lempar anak panah pada
kedua belah pihak".*****

"Hingga pada pertempuran syadkhah di samping tembok Thaif, beberapa sahabat
Rasulullah masuk di bawah dabbabah, kemudian de-ngan dabbabah tersebut,
mereka mendekat ke tembok orang-orang Thaif untuk melubanginya. Ketika
itulah, orang-orang Tsaqif melepaskan paku besi yang menyala-nyala ke arah
kaum muslimin, kemudian kaum muslimin keluar dari bawah paku besi tersebut.
Pada saat yang sama, orang-orang Thaif menyerang kaum muslimin dengan anak
panah, hingga banyak sekali jatuh korban dari mereka. Kemudian Rasulullah
memerintahkan kaum muslimin menebang pohon-pohon anggur milik orang-orang
Tsaqif lalu kaum muslimin pergi ke pohon-pohon anggur tersebut untuk
menebangnya.

Disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah bersabda kepada Abu Bakar ketika
beliau mengepung orang-orang Tsaqif, "Hai Abu Bakar, aku bermimpi dihadiahi
gelas besar dari kayu yang penuh dengan mentega, kemudian gelas besar dari
kayu tersebut dilubangi ayam jago, lalu ayam jago tersebut menumpahkan
mentega tersebut". Abu Bakar berkata, "Aku pikir engkau tidak dapat
mengalahkan mereka pada hari ini seperti engkau inginkan". Rasulullah
bersabda, "Tapi aku tidak berpendapat seperti itu".

Khuwailah binti Hakim As-Sulami, istri Utsman bin Madz'un berkata, "Wahai
Rasulullah, jika Allah menaklukkan Thaif untukmu, berikan kepadaku
perhiasan Badiyah binti Ghailan bin Salamah atau perhiasan Al-Fari'ah binti
Aqil". Khuwailah berkata seperti itu, karena kedua wanita tersebut adalah
wanita Tsaqif yang paling banyak perhiasannya. Disebutkan kepadaku bahwa
ketika Rasulullah bersabda kepada Khu-wailah binti Hakim, "Bagaimana kalau
aku tidak diberi izin terhadap orang-orang Tsaqif, wahai Khuwailah?"
Khuwailah binti Hakim keluar dari hadapan Rasulullah kemudian menceritakan
ucapan Rasulullah tersebut kepada Umar bin Khaththab, lalu Umar bin
Khaththab masuk menemui Rasulullah dan berkata kepada beliau, "Wahai
Rasulullah, ucapan apa yang telah engkau katakan kepada Khuwailah karena ia
bercerita bahwa engkau mengatakan sesuatu?". Rasulullah bersabda, "Ya, aku
telah berkata seperti itu". Umar bin Khaththab berkata, "Wahai Rasulullah,
bagaimana kalau aku memberimu izin terhadap mereka?". Rasulullah b
ersabda, "Tidak". Umar bin Khaththab berkata, "Bagaimana kalau aku
mengumumkan kepada orang-orang agar mereka pergi?" Rasulullah bersabda,
"Ya, silakan".

Umar bin Khaththab pun mengumumkan kepada orang-orang agar mereka pergi.
Ketika orang-orang telah berangkat, tiba-tiba Sa'id bin Ubaid bin Usaid bin
Abu Amr bin Ilaj berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya rombongan tidak pergi".
Uyainah bin Hishn berkata, "Demi Allah, ini sebuah kemuliaan". Salah
seorang dari kaum muslimin berkata kepada Uyainah bin Hishn, "Semoga Allah
mematikanmu, hai Uyainah, pantaskah engkau memuji orang-orang musyrikin
karena penghadangan mereka terhadap Rasulullah, padahal engkau datang ke
sini untuk menolong beliau?". Uyainah bin Hishn berkata, "Demi Allah, aku
datang ke sini tidak untuk memerangi orang-orang Tsaqif bersama kalian,
namun aku ingin Muhammad dapat membuka Thaif, kemudian aku mendapatkan
salah seorang gadis Tsaqif, kemudian aku menggaulinya dengan harapan gadis
tersebut melahirkan anak laki-laki untukku, karena Tsaqif itu kaum yang
cerdas".

Beberapa budak di antara orang-orang yang terkepung di Thaif menemui
Rasulullah untuk masuk Islam, kemudian beliau memerdekakan mereka".

"Ketika orang-orang Thaif masuk Islam, beberapa orang dari mereka
membicarakan tentang budak-budak tersebut, kemudian Rasulullah bersabda,
"Tidak, mereka adalah orang-orang yang dimerdekakan oleh Allah". Di antara
orang yang membicarakan tentang budak-budak tersebut adalah Al-Harits bin
Kaladah".

Jumlah total sahabat Rasulullah yang gugur sebagai syuhada di Perang Thaif
ialah dua belas orang; tujuh orang dari Quraisy, empat orang dari kaum
Anshar, dan satu orang dari Bani Laits".

"Ketika Rasulullah meninggalkan Thaif setelah menyerang dan mengepungnya,
Bujair bin Zuhair bin Abu Salma bersyair mengenang Perang Hunain dan Perang
Thaif,
'Di pertempuran di Hunain
Di pagi hari di Lembah Authas dan perang di Gunung Al-Abraq
Kabilah Hawazin menyesatkan pasukannya dengan mengumpulkan mereka
Kemudian mereka bercerai berai seperti burung yang terkoyak-koyak
Tidak ada satu tempat pun yang melindungi mereka dari kami
Melainkan tembok mereka dan parit
Sungguh kami maju ke tempat mereka agar mereka keluar
Tapi mereka berlindung diri dari kami di pintu yang terkunci rapat
Pasukan kami yang tidak bertameng kembali ke pasukan besar
Yang putih dan berkemilau memancarkan kematian
Pasukan tersebut bersatu dan berwarna hijau
jika pasukan tersebut diarahkan ke benteng
Pasti benteng tersebut hancur lebur rata dengan tanah
Pasukan tersebut berjalan dengan sembunyi-sembunyi di atas tumbuhan
Al-Hiras
Kami tak ubahnya seperti kuda yang meletakkan kakinya ke tempat tangannya
jika berjalan
Dengan baju besi yang menutup seluruh tubuh yang jika dipakai sebagai alat
pelindung
Maka baju besi tersebut seperti aliran sungai dimana angin berhembus
padanya
Baju besi tersebut paling baik yang sisa-sisanya menyentuh sandal kami
baju besi tersebut dibuat oleh Daud dan keluarga Muharriq******'."



CATATAN KAKI

* Dabbaabah adalah salah satu alat perang berupa kendaraan yang dinaiki
oleh seorang personil lalu ia merangkak dengan kendaraan itu mendekati
benteng musuh.
** Minjaniq adalah salah satu alat untuk mengurung dan mengepung musuh,
sejenis alat pelempar batu besar.
*** Dhabur bentuknya seperti tempurung penyu, digunakan untuk melindungi
diri ketika berpaling.
**** Qarn, Mulaih dan Bahrah Raghaa' dan Liyyah adalah nama-nama tempat di
Thaif.
***** Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa Rasulullah melempar mereka dengan
manjaniq. Seseorang yang dapat kupercaya telah menceritakan kepadaku bahwa
lemparan manjaniq pertama dalam Islam adalah saat membombardir pasukan
Thaif
****** Keluarga Muharriq adalah keluarga Amru bin Hindun, raja Hiirah

Keutamaan Zikir Mengingat Allah

http://www.media-islam.or.id
Allah memerintahkan orang yang beriman untuk berzikir
(mengingat dan menyebut nama Allah)
sebanyak-banyaknya:

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”
[QS Al Ahzab 33:41]

Tidak berzikir akan mengakibatkan seseorang jadi orang
yang rugi.

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan
anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi.” [QS Al Munaafiquun 63:9]

Allah mengingat orang yang mengingatNya.

“Karena itu, ingatlah Aku, niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al Baqarah:152]

Orang yang beriman selalu ingat kepada Allah dalam
berbagai keadaan :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.” [QS Ali ‘Imran 3:190-191]

Dengan berzikir hati menjadi tenteram.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” [QS 13:28]

Menyebut Allah dapat membawa ketenangan dan
menyembuhkan jiwa :

« Menyebut-nyebut Allah adalah suatu penyembuhan dan
menyebut-nyebut tentang manusia adalah penyakit
(artinya penyakitakhlak). (HR. Al-Baihaqi)

Nabi berkata: Tiada amal perbuatan anak Adam yang
lebih menyelamatkannya dari azab Allah daripada
zikrullah. (HR. Ahmad)

« Demi yang jiwaku dalam genggamanNya, kalau kamu
selamanya bersikap seperti saat kamu ada bersamaku dan
mendengarkan zikir, pasti para malaikat akan
bersalaman dengan kamu di tempat tidurmu dan di
jalan-jalan yang kamu lalui. Tetapi, wahai Hanzhalah
(nama seorang sahabat) kadangkala begini dan
kadangkala begitu. (Beliau mengucapkan perkataan itu
kepada Hanzhalah hingga diulang-ulang tiga kali). (HR.
Tirmidzi dan Ahmad)

« Perumpamaan orang yang berzikir kepada Robbnya dan
yang tidak, seumpama orang hidup dan orang mati » (HR.
Bukhari dan Muslim)

Nabi berkata: ” Nyanyian dan permainan hiburan yang
melalaikan menumbuhkan kemunafikan dalam hati,
bagaikan air menumbuhkan rerumputan. Demi yang jiwaku
dalam genggamanNya, sesungguhnya Al Qur’an dan zikir
menumbuhkan keimanan dalam hati sebagaimana air
menumbuhkan rerumputan” (HR. Ad-Dailami)

Nabi berkata: ”Maukah aku beritahu amalanmu yang
terbaik, yang paling tinggi dalam derajatmu, paling
bersih di sisi Robbmu serta lebih baik dari menerima
emas dan perak dan lebih baik bagimu daripada
berperang dengan musuhmu yang kamu potong lehernya
atau mereka memotong lehermu? Para sahabat lalu
menjawab, “Ya.” Nabi Saw berkata,”Zikrullah.” (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah)

Seorang sahabat berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya
syariat-syariat Islam sudah banyak bagiku. Beritahu
aku sesuatu yang dapat aku menjadikannya pegangan.”
Nabi Saw berkata, “Biasakanlah lidahmu selalu bergerak
menyebut-nyebut Allah (zikrullah).” (HR. Ahmad dan
Tirmidzi)

Nabi berkata: Sebaik-baik zikir dengan suara rendah
dan sebaik-baik rezeki yang secukupnya. (HR. Abu
Ya’la)

Di antara ucapan tasbih Rasulullah Saw ialah : “Maha
suci yang memiliki kerajaan dan kekuasaan seluruh alam
semesta, Maha suci yang memiliki kemuliaan dan
kemahakuasaan, Maha suci yang hidup kekal dan tidak
mati.” (HR. Ad-Dailami)

“Dua kalimat ringan diucapkan lidah, berat dalam
timbangan dan disukai oleh Allah yaitu kalimat:
“Subhanallah wabihamdihi, subhanallahil ‘Adzhim” (Maha
suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Maha suci Allah
yang Maha Agung). (HR. Bukhari)

Nabi berkata: ”Ada empat perkara, barangsiapa
memilikinya Allah akan membangun untuknya rumah di
surga, dan dia dalam naungan cahaya Allah yang Maha
Agung. Apabila pegangan teguhnya “Laailaha illallah”.
Jika memperoleh kebaikan dia mengucapkan
“Alhamdulillah”, jika berbuat salah (dosa) dia
mengucapkan “Astaghfirullah” dan jika ditimpa musibah
dia berkata “Inna lillahi wainna ilaihi roji’uun.”
(HR. Ad-Dailami)

Nabi berkata: Wahai Aba Musa, maukah aku tunjukkan
ucapan dari perbendaharaan surga? Aku menjawab, “Ya.”
Nabi berkata, “La haula wala Quwwata illa billah.”
(Tiada daya upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah).” (HR. Ibnu Hibban dan Ahmad)

Di antara zikir yang utama adalah Laa ilaaha illallahu
(Tidak ada Tuhan selain Allah)

“Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ‘Zikir
yang paling utama adalah Laa ilaaha illallahu” [HR
Turmudzi]

‘Rasulullah bersabda : ‘Sesungguhnya aku berkata bahwa
kalimat : ‘Subhanallah, wal hamdulillah, wa Laa Ilaaha
Illallah, wallahu akbar’ (Maha Suci Allah, dan segala
puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan kecuali Allah,
dan Allah Maha Besar) itu lebih kusukai daripada apa
yang dibawa oleh matahari terbit.’ (HR Bukhari dan
Muslim)

Referensi:

Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) -
Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press

Disadur dari: HaditsWeb 2.0 - Sofyan Efendi - Kumpulan
dan Referensi Belajar Hadits

Selasa, 25 Desember 2007

Dialog Iblis vs Rasulullah SAW

Allah SWT telah memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis supaya dia menghadap Rasulullah saw untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disukai maupun yang dibencinya. Hikmatnya ialah untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai peringatan dan perisai kepada umat manusia.

Maka Malaikat itu pun berjumpa Iblis dan berkata, "Hai Iblis! Bahwa Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar memberi perintah untuk menghadap Rasullullah saw. Hendaklah engkau buka segala rahasiamu dan apapun yang ditanya Rasulullah hendaklah engkau jawab dengan sebenar-benarnya. Jikalau engkau berdusta walau satu perkataan pun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu, serta disiksa dengan azab yang amat keras."

Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan. Maka segeralah dia menghadap Rasulullah SAW dengan menyamar sebagai seorang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai, panjangnya seperti ekor lembu.

Iblis pun memberi salam, sehingga 3 kali tidak juga dijawab oleh Rasulullah saw. Maka sambut Iblis (alaihi laknat),

"Ya Rasulullah! Mengapa engkau tidak mejawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?" Maka jawab Nabi dengan marah, "Hai Aduwullah seteru Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Janganlah mencoba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam a.s sehingga keluar dari syurga, Habil mati teraniaya dibunuh Qabil dengan sebab hasutanmu, Nabi Ayub engkau tiup dengan asap beracun ketika dia sedang sujud sembahyang hingga dia sengsara beberapa lama, kisah Nabi Daud dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.

Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wajalla, cuma salammu saja aku tidak hendak menjawabnya karena diharamkan Allah. Maka aku kenal baik-baik engkaulah Iblis, raja segala iblis, syaitan dan jin yang menyamar diri. Apa kehendakmu datang menemuiku?"

Taklimat Iblis, "Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Karena engkau adalah Khatamul Anbiya maka dapat mengenaliku. Kedatanganku adalah diperintah Allah untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam hingga akhir zaman. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, tiadalah aku berani menyembunyikannya."

Maka Iblis pun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata, "Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatah pun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu."

Apabila mendengar sumpah Iblis itu, Nabi pun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah satu peluangku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar oleh sekalian sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai kepada seluruh umatku.


Pertanyaan Nabi (1):
"Hai Iblis! Siapakah sebesar-besar musuhmu dan bagaimana aku terhadapmu?"


Jawab Iblis:
"Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara segala musuhku di muka bumi ini."


Maka Nabi pun memandang muka Iblis, dan Iblis pun menggeletar karena ketakutan. Sambung Iblis, "Ya Khatamul Anbiya! Ada pun aku dapat merubah diriku seperti sekalian manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suara pun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah.

Kiranya aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu. Aku cabut iktikad / niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu jugalah aku berusaha menarik mereka kepada kafir, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku."


Pertanyaan Nabi (2):
"Hai Iblis! Bagaimana perbuatanmu kepada makhluk Allah?"


Jawab Iblis:
"Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, terbuai dengan makan minum, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda daripada emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan haram.

Demikian juga ketika pesta yang bercampur antara lelaki dan perempuan. Disana aku lepaskan sebesar-besar godaan supaya hilang peraturan dan minum arak. Apabila terminum arak itu maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga kepada pekerjaan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.

Apabila mereka teringat akan salah mereka lalu hendak bertaubat atau berbuat amal ibadat, aku akan rayu mereka supaya mereka menangguhkannya. Bertambah keras aku goda supaya menambahkan maksiat dan mengambil isteri orang. Bila kena goda hatinya, datanglah rasa ria, takabur, megah, sombong dan melengahkan amalnya. Bila pada lidahnya, mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat."



Pertanyaan Nabi (3):
"Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambahkan laknat yang besar serta siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?"


Jawab Iblis:
"Semuanya itu adalah anugerah daripada Allah Yang Maha Besar juga. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa Diriku telah beribu-ribu tahun menjadi ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke satu langit yang tinggi. Kemudian Aku tinggal di dunia ini beribadat bersama sekalian Malaikat beberapa waktu lamanya.

Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan lelaki (Nabi Adam) lalu dititahkan seluruh Malaikat memberi hormat kepada lelaki itu, kecuali aku yang ingkar. Oleh karena itu Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu bertukar menjadi keji dan kelam. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di syurga dan dikurniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.

Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah Khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itu pun aku masih tidak puas hati dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga Hari Kiamat.

Sebelum Engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia serta tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadat serta balasan pahala dan syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia, dan memberitahu manusia yang lain aripada apa yang sebenarnya aku dapatkan, dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid'ah dan carut-marut.

Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak dibenarkan oleh Allah untuk naik ke langit serta mencuri rahasia, kerana banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku berkeras juga hendak naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tenteraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu. Maka besarlah kesusahanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut."



Pertanyaan Nabi (4):
"Hai Iblis! Apakah yang pertama engkau tipu dari manusia?"


Jawab Iblis:
"Pertama sekali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir juga ada dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, aku akan tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikut kemauan jalanku"



Pertanyaan Nabi (5):
"Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, bagaimana keadaanmu?"


Jawab Iblis:
"Sebesar-besarnya kesusahanku. Gementarlah badanku dan lemah tulang sendiku. Maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda seorang manusia, pada setiap anggota badannya.

Setengah-setengahnya datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, terlupa bilangan rakaatnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, sentiasa hendak cepat habis sholatnya, hilang khusyuknya - matanya sentiasa menjeling ke kiri kanan, telinganya senantiasa mendengar orang bercakap serta bunyi-bunyi yang lain. Setengah Iblis duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya dia tidak kuasa sujud berlama-lama, penat atau duduk tahiyat dan dalam hatinya senantiasa hendak cepat habis sholatnya, itu semua membawa kepada kurangnya pahala. Jika para Iblis itu tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan seberat-berat hukuman."



Pertanyaan Nabi (6):
"Jika umatku membaca Al-Quran karena Allah, bagaimana perasaanmu?"


Jawab Iblis:
"Jika mereka membaca Al-Quran karena Allah, maka rasa terbakarlah tubuhku, putus-putus segala uratku lalu aku lari daripadanya."



Pertanyaan Nabi (7):
"Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?"


Jawab Iblis:
"Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya."



Pertanyaan Nabi (8):
"Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?"


Jawab Iblis:
"Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya kepadaku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan pahala yang amat besar serta tidak dicatatkan dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam mendoakan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemuliaan orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu syurga dibuka seluas-luasnya, serta dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam syurga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasa."



Pertanyaan Nabi (9):
"Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?"


Jawab Iblis:
"Seluruh sahabatmu juga adalah sebesar - besar seteruku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satu tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata: "Seluruh sahabatku adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk."

Saidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a'zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Tambahan pula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Saiyidatina Aisyah yang juga banyak menghafadz Hadits-haditsmu.

Saidina Umar Al-Khattab pula tidaklah berani aku pandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah segala tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan, "Jikalau adanya Nabi sesudah aku maka Umar boleh menggantikan aku", karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar 'Al-Faruq'.

Saidina Usman Al-Affan lagi, aku tidak bisa bertemu, karena lidahnya senantiasa bergerak membaca Al-Quran. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak dua kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang melawat dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan, "Barang siapa menulis Bismillahir rahmanir rahim pada kitab atau kertas-kertas dengan dakwat merah, nescaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid."

Saidina Ali Abi Talib pun itu aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadat serta beliau adalah golongan orang pertama memeluk agama Islam dan tidak pernah menundukkan kepalanya kepada sebarang berhala. Bergelar 'Ali Karamullahu Wajhahu' - dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga 'Harimau Allah' dan engkau sendiri berkata, "Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya." Tambahan pula dia menjadi menantumu, semakin aku ngeri kepadanya."


Pertanyaan Nabi (10):
"Bagaimana tipu daya engkau kepada umatku?"

Jawab Iblis:
"Umatmu itu ada tiga macam. Yang pertama seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah serta meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril a.s, "Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat." Yang kedua umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal soleh, tawakal dan kebajikan. Yang ketiga umatmu seperti Firaun; terlampau tamak dengan harta dunia serta dihilangkan amal akhirat. Maka akupun bersukacita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku hela ke mana saja mengikuti kehendakku. Jadi dia senantiasa bimbang kepada dunia dan tidak hendak menuntut ilmu, tiada masa beramal ibadat, tidak hendak mengeluarkan zakat, miskin hendak beribadat.


Lalu aku goda agar minta kaya dulu, dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka dilupakan beramal, tidak berzakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia senantiasa bimbang akan hartanya dan setengahnya asyik hendak merebut dunia harta, bercakap besar sesama Islam, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk jalan maksiat, tempat judi dan perempuan lacur."

Pertanyaan Nabi (11):
"Siapa yang serupa dengan engkau?"


Jawab Iblis:
"Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang belajar agama Islam."



Pertanyaan Nabi (12):
"Siapa yang mencahayakan muka engkau?"


Jawab Iblis:
"Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu, pemungkir janji."



Pertanyaan Nabi (13):
"Apakah rahasia engkau kepada umatku?"


Jawab Iblis:
"Jika seorang Islam pergi buang air besar serta tidak membaca doa pelindung syaitan, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari."



Pertanyaan Nabi (14):
"Jika umatku bersatu dengan isterinya, bagaimana hal engkau?"


Jawab Iblis:
"Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya serta membaca doa pelindung syaitan, maka larilah aku dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya, dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak maka anak itu akan gemar kepada pekerjaan maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku yang dahulu makan daripadanya. Walaupun mereka makan, tiadalah merasa kenyang."



Pertanyaan Nabi (15):
"Dengan jalan apa dapat menolak tipu daya engkau?"


Jawab Iblis:
"Jika dia berbuat dosa, maka dia kembali bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah segeralah mengambil air wudhu', maka padamlah marahnya."



Pertanyaan Nabi (16):
"Siapakah orang yang paling engkau lebih sukai?"


Jawab Iblis:
Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu."



Pertanyaan Nabi (17):
"Hai Iblis! Siapakah saudara engkau?"


Jawab Iblis:
"Orang yang tidur meniarap / telungkup, orang yang matanya terbuka (mendusin) di waktu subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian jua pada waktu zuhur, asar, maghrib dan isya', aku beratkan hatinya untuk sholat."



Pertanyaan Nabi (18):
"Apakah jalan yang membinasakan diri engkau?"


Jawab Iblis:
"Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Quran dan sholat tengah malam."



Pertanyaan Nabi (19):
"Hai Iblis! Apakah yang memecahkan mata engkau?"


Jawab Iblis:
"Orang yang duduk di dalam masjid serta beriktikaf di dalamnya"



Pertanyaan Nabi (20):
"Apa lagi yang memecahkan mata engkau?"


Jawab Iblis:
"Orang yang taat kepada kedua ibu bapanya, mendengar kata mereka, membantu makan pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda, 'Syurga itu di bawah tapak kaki ibu'"

Khanzab, setan spesialis shalat

Shalat adalah ibadah paling menentukan posisi seorang hamba di akhirat kelak. Jika shalatnya baik, maka baiklah nilai amal yang lain, begitu pula sebaliknya. Wajar jika iblis menugaskan tentara khususnya untuk menggarap proyek ini. Ada setan spesialis yang mengganggu orang shalat, menempuh segala cara agar shalat seorang hamba kosong dari nilai atau minimal rendah kualitasnya. Setan itu bernama ‘Khanzab’.

Utsman pernah bertanya kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu shalat dan bacaanku.” Beliau bersabda:
“Itulah setan yang disebut dengan ‘Khanzab’, jika engkau merasakan kehadirannya maka bacalah ta’awudz kepada Allah dan meludah kecillah ke arah kiri tiga kali.” (HR Ahmad)

Utsman melanjutkan: “Akupun melaksanakan wejangan Nabi tersebut dan Allah mengusir gangguan tersebut dariku.”

Melafazhkan Niat


Sebagaimana halnya dengan wudhu, serangan pertama yang dilakukan setan kepada orang yang shalat adalah menyibukkan ia untuk melafazhkan niat. Terkadang diiringi dengan gerakan aneh, dia membaca niat lalu mengangkat tangannya, lalu gagal dan idturunkan kembali tangannya. Dia ulangi lagi seperti itu berkali-kali hingga terkadang imam sudah rukuk atau sujud, sementara ia masih dipermainkan setan dalam niat dan takbirnya.

Niat dan usaha menghadirkan hati memang dituntut ketika hendak shalat, namun tak ada tuntunan sedikitpun bagi orang yang hendak shalat untuk melafazhkan niatnya.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah di dalam Zaadul Ma’ad berkata:
Nabi memulai shalatnya dengan bacaan ‘Allahu Akbar’, dari Nabi beliau tidak membaca apapun sebelumnya dan tidak melafazhkan niatnya sama sekali. Beliau tidak mengatakan: ushalli.., ‘aku niat shalat anu karena Allah menghadap kiblat empat rekaat sebagai imam (sebagai makmum)..” Tidak pula beliau mengatakan ‘ada’an’ atau ‘qadha’an’, atau ‘fardhan’ dan sebagainya. Semua itu adalah bid’ah yang tidak disebutkan sedikitpun dalam hadits yang shahih, atau dha’if, tidak pula terdapat dalam musnad atau mursal, walau hanya satu kalimat saja. Bahkan tak satupun sahabat mengerjakannya, tidak ada tabi’in yang menganggapnya baik, begitupun dengan empat imam madzhab.

Orang-orang belakangan yang membacanya keliru memahami perkataan Imam Syafi’i yang berbunyi 'shalat itu tidak sebagaimana shaum, tidak ada orang yang memulai shalat kecuali dengan dzikir’. Mereka menyangka bahwa maksud beliau adalah melafazhkan niat, padahal yang dimaksud tidak lain hanyalah takbiratul ihram.”

Ingat Ini..Ingat Itu !


Serangan kedua, setan akan mendatangi orang yang tengah mengerjakan shalat untuk mengingatkan urusan di luar shalat. Maka berapa banyak orang yang jasadnya mengerjakan shalat namun hatinya sibuk menghitung laba rugi perniagaan, mengingat barang yang telah hilang, atau bahkan urusan ‘kebaikan’ yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Tidak heran jika usai shalat seseorang menjadi ingat letak barang yang mana ia telah lupa sebelumnya. Setan rela ‘membantu’ orang itu untuk mengingatkan dan menemukan barangnya kembali, asalkan shalat yang dikerjakan menjadi rusak dan tidak bermutu. Pernah di zaman salaf seseorang kehilangan barang, seseorang menyarankan agar ia mengerjakan shalat dan diapun segera melaksanakan shalat. Ajaib, usai shalat tiba-tiba dia beranjak dari tempatnya dan mengambil barang yang telah dia ingat letaknya ketika shalat. Diapun ditanya: “Apa yang Anda dapatkan ketika shalat?” Dia menjawab: “Aku mendapatkan bahwa setan mencuri perhatian saya dari shalat.”

Ada yang terlalu asyik dengan khayalan dan pikirannya tentang urusan di luar shalat, hingga dia lupa sudah berapa rekaat yang telah dia kerjakan. Tentang godaan setan ini, Nabi SAW. bersabda:
“Jika adzan untuk shalat dikumandangkan, setan akan lari terbirit-birit sambil mengeluarkan bunyi kentutnya sehingga tidak mendengar adzan. Jika adzan telah usai diapun akan kembali menggoda. Ketika iqamah dikumandangkan setanpun akan lari hingga usai iqamah setan akan mendatangi orang yang shalat lalu membisikkan ke hati seseorang sembari berkata: ‘Ingat ini..ingat itu..’ setan mengingatkan apa-apa yang telah dia lupakan hingga seseorang tidak mengetahui berapa rekaat yang telah ia kerjakan.” (HR al-Bukhari)

Ragu antara Kentut dan Tidak


Ada kalanya muncul dalam benak seseorang keraguan, apakah dia kentut ataukah tidak. Ini adalah keraguan yang dihembuskan oleh setan untuk mengacaukan shalat seseorang. Dia tidak lagi konsentrasi dengan shalatnya karena ragu, atau dia akan membatalkan shalatnya, lalu dia berwudhu dan memulai shalatnya lagi, lalu akan digoda lagi dengan cara yang sama. Sehingga untuk satu shalat dia bisa mengulangi tiga sampai empat kali berwudhu. Bisa dibayangkan, seandainya ada lima orang saja dalam satu masjid yang terkena godaan ini, niscaya cukup membuat kacau jama’ah yang lain.

Untuk menangkal godaan tersebut Nabi memberikan solusi dan informasi:
“Jika salah seorang di antara kalian mendapatkan yang demikian itu maka janganlah membatalkan shalatnya hingga dia mendengar suaranya dan mencium baunya tanpa ragu. (HR Ahmad)

Di antara ulama ada yang menyebutkan bahwa hadits ini merupakan salah satu pengecualian dari hadits da’ ma yariibuka ilaa ma laa yariibuka, tinggalkan apa yang meragukan dan ambil sesuatu yang tidak meragukan. Dalam kasus ini kita dilarang membatalkan shalat kendati berada dalam keraguan antara kentut dan tidak, kecuali jika mencium bau kentut atau mendengar suaranya.

Mencuri Perhatian


Kita juga sering melihat atau bahkan mengalami sendiri menengok ketika shalat terkadang tanpa terasa karena terbiasa. Ini juga tak lepas dari serangan setan yang ingin merusak shalat kita. Nabi ditanya tentang orang yang menoleh ke kanan dan ke kiri, beliau menjawab:
“Itu adalah setan yang mencuri perhatian seorang hamba dari shalatnya.” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud)

Untuk menangkal serangan ini, hendaknya orang yang shalat berusaha menghadirkan hatinya, bahwa dia tengah berhadapan dengan Allah Yang Maha Berkuasa atas segalanya. Jika Anda malu atau takut menoleh ke kanan dan ke kiri ketika berbicara kepada pejabat, lantas bagaimana halnya jika Anda sedang berkomunikasi dengan sang pencipta dan Penguasa para pejabat itu? (Ar risalah)

Bergembira Ria ada batasnya....

Siapa pun orangnya boleh-boleh saja mengisi hidup dengan kegembiraan. Namun sebagai muslim, kita harus menggunakan ajaran syariat seutuh-utuhnya, kapan dan di mana saja. Ketika tertimpa musibah, waktu beribadah, selagi beraktivitas, termasuk juga pada saat bergembira ria. Waktu dan tempat juga harus menjadi pertimbangan. Selain itu, cara dan keyakinan yang ikut terlibat dalam amalan, harus menjadi unsur paling penting. Saat paling monumental bagi seorang muslim untuk bergembira-ria adalah pada hari raya 'Idul Adha dan 'Idul Fitri. Namun ternyata masih seabrek lagi hari-hari lain yang juga diperingati oleh sebagian kaum muslimin. Bagaimana hukumnya?

Menjaga Sikap Bijak dalam Tertawa dan Bergembira

Bergembira dan tertawa, boleh-boleh saja. Rasulullah sendiri juga suka bergembira dan bercanda dengan para sahabatnya. Dari Anas, diriwayatkan bahwa ada seorang lelaki yang dating menemui Nabi. Orang itu meminta, "Wahai Rasulullah, bawalah aku berjalan-jalan. "Beliau Menjawab, "Kami bisa membawamu berjalan-jalan, tetapi dengan menaiki anak unta saja." Lelaki itu bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan dengan anak unta itu?" beliau berkata, "Bukankah setiap anak unta itu anak dari ibunya?" (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

Dari Shuhaib diriwayatkan bahwa berkata, "Aku pernah bertemu dengan Nabi. Ketika itu di depan beliau ada roti dan kurma. Beliau menawarkan. "Mendekatlah dan makanlah!" Aku pun mulai memakan kurma tersebut. Tiba-tiba Nabi berkata, "Mengapa kamu memakan kurma, bukankah kamu sakit mata? " Aku menjawab, "Ya. Tetapi aku memakannya dengan mata yang sebelahnya." Beliaupun tersenyum. (HR. Ibnu Majah).

Dari Abu Hurairah diriwayatkan bahwa ia menceritakan, "Orang-orang pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa Anda juga mengajak kami bercanda?' Belai menjawab, "Betul, namun namun aku hanya mengatakan sesuatu apa adanya (tanpa berdusta)." (HR. Tirmidzi)

Muhammad bin An-Nu'man bin Abdussalam diriwayatkan bahwa ia bercerita, "Aku belum pernah melihat orang yang lebih kuat ibadahnya dari Yahya bin Hammad. Menurut dugaan saya, beliau belum pernah tertawa."

Dalam hal itu, Adz-Dzahabi berkomentar, "Tertawa ringan dengan sedikit senyum itu lebih utama. Diriwayatkan bahwa sebagian ulama tidak pernah tertawa, itu bisa dibagi ada dua kemungkinan bagian:

Yang Pertama: akan menjadi keutamaan, jika dia meninggalkannya demi menjaga adab dan rasa takut kepada Allah, juga karena merasa kasihan terhadap dirinya sendiri yang miskin amal."

Yang Kedua: menjadi tercela, bila ia melakukannya karena kejahilan, angkuh dan dibuat-buat. Orang yang terlalu banyak tertawa akan diremehkan orang. Hanya saja, tertawa bagi anak muda lebih ringan konsekuensinya dan lebih bisa dimaklumi dibandingkan bila dilakukan orang yang sudah berumur. Adapun tersenyum dan berwajah cerah, hukumnya lebih baik dari semuanya, daripada tidak pernah tertawa atau terlalu banyak tertawa. Karena Nabi bersabda, "Senyummu di hadapan temanmu adalah shadaqah. " (HR. Bukhari dan Muslim).

Jarir menuturkan' "Setiap kali Rasulullah melihatku, beliau pasti tersenyum." (HR. Bukhari dan Muslim)

Tapi ingat, seorang muslim dilarang membuat cerita bohong alias membual, meskipun untuk membuat orang lain tertawa.

Dari Muawiyyah bin Bahaz diriwaytkan bahwa ia bertutur, "Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda yang artinya:

"Naar (neraka) Wail bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk melucu (membuat orang tertawa), Naar Wail bagi mereka dan Naar Wail bagi mereka." (HR. Abu Dawud)

Islam menuntunkan agar seseorang senantiasa membuat orang lain merasa senang. Rasulullah bersabda yang artinya, "Kamu tidak akan dapat menyenangkan seseorang dengan harta bendamu, tapi kamu bisa menyenangkan mereka dengan wajahmu yang cerah." (HR. Al-Hakim dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah)

Jadi kesimpulannya, Islam membolehkan kita bersenang-senang dan tertawa, asal tidak keterlaluan, atau membuat hal-hal yang dilarang. Lalu bagaimana jika bergembira ria dengan orang-orang kafir? Terutama dalam hari raya dan acara-acara yang mereka buat? Bagaimana pula dengan hari raya adapt dan kebangsaan? Simak pembahasan berikut.

Beberapa Jenis Larangan "Berserikat" dengan Orang Kafir

1.. Berpakaian Ala orang Kafir saja Dilarang. Apalagi Mengambil Keyakinan Mereka
Karena berpakaian adalah symbol. Symbol keyakinan, budaya, kebebasan berfikir, bahkan symbol kekafiran dan kemaksiatan. Tidak percaya? Lihat saja kaos-kaos yang di jual pasaran sekarang. Banyak slogan-slogan, ucapan-ucapan, dan pantun yang tidak beres. Sering menjurus kepada maksiat, bahkan juga kekafiran.

Karena itu, dalam hadist Ibnu Umar disebutkan Rasulullah bersabda, yang artinya: "Apabila seorang diantaramu memiliki dua potong pakaian, hendaknya ia shalat dengan mengenakan keduanya. Namun kalu ia hanya memiliki satu potong (baru saja misalnya), hendaknya digunakan untuk bersarung. Namun jangan menyelimuti seluruh tubuhnya (termasuk tangan) sebagaimana yang dilakukan orang-orang Yahudi." (HR. Abu Dawud dan yang lainnya dengan sanad yang shahih). Sesungguhnya pelarangan yang terdapat dalam hadits tersebut dikarenakan penyerupaan terhadap orang Yahudi.

Allah juga berfirman yang artinya, "Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti millah mereka. Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah tulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah : 120).

Ahli kitab tidaklah terlalu menuntut agar kita keluar dari agama Islam. Target yang ingin mereka capai adalah kita mengikuti millah mereka. Jika kita sudah meniru gaya hidup mereka, seoerti cara berpakaian, cara makan, dan yang lainnya, itu sudah cukup bagi mereka.

2.. Larangan Mengangkat Pegawai dari Orang Kafir Untuk Menangani Urusan Khusus Kaum Muslimin
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Musa Al-Asy'ari, bahwa ia bercerita, "Aku pernah berkata kepada Umar bin Khatthab, "Saya mempunyai seorang juru tulis beragama Nasrani." Maka beliau menanggapi, "untuk apa, tidakkah kamu mendengar firman Allah, "Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian jadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai pelindung-pelindung (wali-wali) diantara kalian, sebagian di antaranya menjadi pelindung sebagian yang lain.." Tidakkah engkau ingin agamamu menjadi lurus?" Ia menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, aku hanya megambil kepandaian menulisnya, sedangkan urusan agamanya adalah urusannya sendiri." Umar menanggapi, "Tidak bisa, saya tak akan memuliakan mereka setelah Allah menghinakan mereka. Saya tak akan mengangkat harkat mereka, karena Allah telah merendahkan mereka, saya juga tak akan mendekati mereka, karena Allah telah menjauhi mereka."

Hal itu juga didasari oleh petunjuk Al-Kitab, dan dijelaskan oleh riwayat Sunnah Nabi dan sunnah para Al-Khulafa Ar-Rasyidin, yang telah disepakati oleh alim ulama fiqih. Yaitu untuk membedakan diri dengan mereka (orang-orang kafir) danmenghindari penyerupaan diri dengan mereka.

Namun demikian, boleh-boleh saja mempekerjakan orang-orang kafir, dalam posisi yang tidak penting, tentunya dengan ektra hati-hati. Misalnya sebagai pekerja kasar, tukang kebun, dan sebagainya. Karena sebagian dari Al-Khulafa Ar-Rasyidin diriwayatkan pernah melakukan hal itu.

3.. Menjual Sesuatu yang Digunakan pada Hari Raya Mereka
Benda-benda yang digunakan oleh orang kafir untuk merayakan hari raya mereka bias terbagi menjadi dua kelompok, yaitu benda-benda kebutuhan sehari-hari namun khusus digunakan untuk merayakan hari raya mereka, dan benda-benda yang memang sudah khusus menjadi bagian dari agama atau hari raya mereka.

Pada dasarnya, benda-benda kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, minuman, dan pakaian tidak diharamkan untuk dijual kepada orang kafir. Namun, pengertian 'Id' atau hari raya adalah ungkapan untuk segala aktivitas ibadah dan kebiasaan yang dilakukan di hari tersebut. Karena itu, jika kaidah Imam Ahmad dalam persoalan-persoalan ini diterapkan, maka jelas bahwa menjual kepada mereka segala sesuatu yang dapat mendukung berlangsungnya hari raya mereka adalah haram. Seperti menjual barang-barang rumah tangga, pakaian, makanan dan minuman.

Bahkan keharamannya bisa lebih dari yang kita kira. Karena kemungkinan penggunaan barang sehari-hari tersebut lebih besar daripada kemungkinan penggunaan khamr. Barang-barang tersebut dapat mereka pakai untuk melakukan kebiasaan sehari-hari namun khusus untuk hari raya tersebut.

Hanya saja terdapat perselisihan pendapat mengenai hokum pelarangan tersebut. Ada yang berpendapat mengenai hokum larangan tersebut adalah haram, seperti mahzab Imam Malik. Ada pula yang sekedar memakruhkan.

Nah, jika yang mereka beli adalah benda yang haram seperti salib, patung sesembahan, kemenyan, binatang yang disembelih untuk selain Allah, gambar mahluk hidup dan lain-lain, tidak diragukan lagi bahwa itu haram.

4.. Hukum Menerima Hadiah Orang-orang Kafir di Hari Raya Mereka
Adapun berkenaan dengan hokum menerima hadiah dari mereka di hari raya mereka, kita kemukakan di sini riwayat dari Ali Radhiyallahu 'anhu bahwa beliau pernah diberikan hadiah Nairuuz dan beliau terima.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam Al-Mushannaf bahwa Qaabus meriwayatkan dari ayahnya, "Ada seorang wanita yang bertanya kepada Aisyah, "Kami memiliki beberapa teman dari Majusi. Suatu hari datang waktu hari raya mereka. Mereka pun memberi kami hadiah. (Bagaimana dengan hal ini?)" Aisyah menjawab, "Adapun bila hadiah itu binatang yang mereka sembelih untuk hari itu, jangan dimakan. Namun silakan makan yang mereka berikan dari hasil kebun mereka."

Ibnu Abi Syaibah juga menyatakan, "Waki' telah menceritakan kepada kami, dari Al-Hakam bin Hukaim, dari ibunya, dari Abu Barzah bahwa beliau memiliki teman-teman dari penduduk Majusi. Di hari raya festival dan Nairuuz, mereka biasa memberikan hadiah. Maka beliau mengatakan kepada keluarganya, "Kalau berupa buah, maka saja. Tapi kalau selain itu, jangan diterima."

Semua riwayat itu menunjukkan bahwa menerima hadiah tersebut sama saja di hari raya atau di hari lain. Bila mendukung kemaksiatan, atau kekufuran, atau hari raya mereka maka hal itu dilarang, kalau tidak, dibolehkan menerimanya.

Larangan Membuat Hari Raya atau Menghadiri Hari Raya selain 'Idul Adha dan 'Idul Fitri

Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan, "Ketika Rasulullah tiba di Madinah, mereka (orang-orang Madinah) telah memiliki dua hari yang dijadikan waktu mereka bermain-main. Beliau bertanya, "Ada apa dengan dua hari ini?" Mereka menjawab, "Di masa Jahiliyyah, kami biasa bermain-main di dua hari itu." Maka Rasulullah menanggapi, "Sesungguhnya allah telah menggantikan buat kalian (hari raya) yang lebih baik dari itu, yaitu hari 'Idul Fitri dan 'Idul Adha." (HR. Abu Dawud)

Yang perlu diperhatikan, dua hari raya Jahiliyyah itu tidak mendapat pengabsahan dari Rasulullah. Bahkan beliau tidak membiarkan mereka bermain-main di kedua hari itu mengikuti kebiasaan. Namun beliau menyatakan bahwa Allah telah menggantikan keduanya dengan dua hari lain yang lebih baik. Menggantikan sesuatu dengan sesuatu yang lain, berarti meninggalkan sesuatu yang sudah diganti. Karena antara pengganti dan yang diganti tak mungkin bersatu. Oleh sabab itu, ungkapan mengganti hanya digunakan untuk sesuatu yang tak mungkin digabungkan, alias yang diganti harus ditinggalkan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, "Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripadaKu, sedang mereka adalah musuhmu amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zhalim."(Al-Kahfi : 50)

Kedua hari dalam masa Jahiliyyah itu sudah ditinggalkan dalam ajaran Islam. Keduanya tak lagi berbekas di masa kehidupan Rasulullah, juga pada masa Al-Khulafaur Rasyidin. Kalaulah mereka tidak dilarang untuk bermain-main (merayakan) pada kedua hari itu oleh Rasulullah dengan larangan yang keras, mereka akan tetap melakukan kebiasaan tersebut sebagaimana biasa. Karena tabiat banyak orang adalah cenderung mendambakan satu hari yang mereka jadikan saat berlibur dan bermain-main. Larangan keras beliau menunjukkan bahwa hal itu -hari raya Jahiliyyah itu- adalah haram. Budaya dan kebiasaan itu hanya dapat dirubah oleh sesuatu yang memberangusnya.

Diriwayatkan oleh abu Dawud, "Syu'aib bin Ishaq telah berbicara kepada kami, dari Al-Auzaa'i, Yahya bin Katsir telah berbicara kepada kami, Abu Kilaabah telah berbicara kepada kami, beliau berkata, "Seseorang lelaki di masa hidup Rasulullah pernah bernadzar untuk menyembelih seekor unta di Buwaanah. Maka Rasulullah bertanya, "Apakah di sana ada salah satu berhala Jahiliyyah?" Mereka menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi, "Apakah ada hari raya Jahiliyyah yang dirayakan disana?" Mereka menjawab, "Tidak". Maka beliau bersabda, "Laksanakan nadzarmu. Sesungguhnya tidak dibolehkan melaksanakan nadzar dalam kemaksiatan kepada Allah. Atau dalam hal yang di luar kemampuan anak manusia."

Menyembelih hewan adalah boleh-boleh saja jika untuk dimakan atau untuk mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya Idul Adha. Namun jika penyembelihan tersebut dilakukan di tempat yang biasa dipakai oleh orang kafir untuk beribadah maka hal itu dilarang karena dapat memberikan kesan pembenaran terhadap ibadah orang kafir di tempat tersebut. Begitu juga, penyembelihan tersebut dilarang pula dilakukan pada tempat di mana orang kafir merayakan hari raya mereka, karena dapat timbul pula kesan pembenaran terhadap hari raya mereka.

Hari Raya dan Isme-isme

Terkadang ada pula hari-hari besar yang tidak terkait dengan agama tertentu. Hari-hari besar itu terkait dengan suatu kelompok, golongan, atau pun negara dan bangsa. Sebab dari adanya hari besar itu pun bermacam-macam. Ada hari besar yang disebabkan lahirnya atau didirikannya suatu kelompok tertentu, ada pula yang disebabkan karena momen penting pembelaan terhadap bangsa dan negara terhadap kezhaliman penjajah, dan lain-lain.

Pada dasarnya, sekedar membela keluarga atau negeri kita dari kezhaliman orang lain, seperti perampok, penjajah dan lain-lain, itu disyariatkan. Tetapi membela keluarga, negeri, adapt atau yang lain dalam keadaan benar atau salah, menurut ungkapan "Jelek-jelek negeri sendiri", jelas haram.

Dari Suraqah bin Malik bin Ju'syum Al-Mudliji, bahwa ia berkata, "Rasulullah pernah memberi wajangan kepada kami. Beliau bersabda yang artinya, "Sebaik-baiknya kamu adalah yang membela keluarganya, selama tidak untuk berbuat dosa."(HR. Abu Dawud)

Ada satu riwayat, dinukil oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari Watsilah bin Al-Asqa' Radiyallahu'anhu, bahwa ia berkata, "Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud Al-Ashabiyyah(kefanatikan)?" Beliau menjawab, "Yaitu bila kamu membela kaummu dalam berbuat zhalim."

Abu Dawud juga meriwayatkan dari Jubair bin Muth'im Radhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullah bersabda, "Bukan termasuk golongan kita orang yang mendakwahkan kefanatikan. Bukan golongan kita orang yang berperang demi kefanatikan. Dan bukan golongan kita orang yang mati membela kefanatikan."

Imam Abu Dawud juga meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi bahwa beliau bersabda, "Barangsiapa yang membela kaumnya tanpa kebenaran, maka ia ibarat seekor unta yang terjerembab dan mati terseret dengan ekornya dan tak dapat melepaskan diri."

Jika menyerukan gelar-gelar yang ada pada Islam bahkan pada diri sahabat pun dilarang, seperti gelar Muhajirin dan Anshar, apalagi gelar-gelar yang benar-benar tidak ada asalnya dalam Islam. Gelar-gelar tersebut jelas hanya mengacu kepada fanatisme kelompok dan golongan.

Hari raya yang dirayakan berkaitan dengan kelompok atau golongan tertentu baik dalam lingkup kecil atau besar dapat terkena dua perkara yang menjadikan hari tersebut haram untuk dirayakan. Yang pertama adalah karena keterkaitan hari tersebut dengan fanatisme kelompok dan golongan. Yang kedua adalah terkena larangan merayakan hari raya selain 'Idul Adha dan 'Idul Fithri.

Yang bias disimpulkan adalah kita harus menghindari sebisa mungkin berbagai perayaan yang tidak diajarkan dalam Islam, apalagi yang mengandung hal-hal haram.

Sumber : Majalah El-Fata Edisi 8/I/2001 hal. 54-59

Selamanya Tahun Baru

Selamanya Tahun Baru

Ada rutinitas ritual 365 hari (kadang-kadang 366) sekali pada saat jarum jam mendekati pukul 24.00 di sebagian besar belahan bumi ini. Orang banyak menyebutkannya sebagai tahun baru dan menobatkan tanggal 1 Januari sebagai permulaannya.

Banyak cara untuk merayakan ritual ini. Orang biasa membeli terompet kertas atau plastic untuk kemudian bersiap-siap meniupnya jika jarum jam mendekati pukul 24.00 tanggal 31 Desember tahun lama -yang konon juga berarti pukul 00.00 tanggal 1 Januari tahun baru. Orang sangat beragam dalam cara dan acara perayaannya. Yang berjiwa bisnis memanfaatkan momen ini dengan menjual terompet tersebut. Yang berjiwa bisnis lebih serakah biasanya menggelar acara-acara khusus menyambut tahun baru di hotel, klub malam, atau Cuma sekedar dipertontonkan kepada pemirsa layar kaca. Yang sekedar senang hura-hura cukup buat acara sendiri dengan sesama teman, atau anak dan istri.

Relativitas Tahun Baru

Apa artinya tahun baru? Secara mudah, perayaan tahun baru adalah perayaan habisnya 1 periode tahun yang lalu dan datangnya periode tahun yang setelahnya. Jadi, hari ini bisa tahun baru, besok juga bisa tahun baru, bahkan sebulan yang lalu bisa juga tahun baru. Hal ini disebabkan karena I periode tahun bagi suatau komunitas -entah yang berdasarkan etnis atau kepercayaan tertentu- bisa berbeda dengan komunitas yang lain, baik dalam hal durasi I tahun ataupun kapan mulainya. Dan perbedaan ini sah-sah saja.

Hanya saja, yang beruntung di dunia internasional atau di planet bumi ini adalah Julius Cesar. Kalender buatannyalah yang kita tahu sejak kita sekolah di Taman Kanak-Kanak. Dan perayaan tahun baru yang dirayakan adalah tahun baru untuk penanggalan yang ia buat.

Kalender made ini Julius Cesar merupakan kalender yang dibuat berdasarkan perputaran bumi bumi menggelilingi matahari. Konon kalender ini dihitung sejak hari Kristus lahir. Walaupun Kristus dipercayai oleh umat Nasrani lahir pada tanggal 25 Desember, tapi mereka baru merayakan tahun baru 6 hari setelahnya. Wallahu a'lam, mengapa jadi seperti ini.

Namanya buatan manusia, kalender ini pernah keliru juga. Gara-gara tidak memperhitungkan seperempat hari terakhir dari waktu keliling bumi terhadap matahari, kalender Julius Cesar pernah mengalami 'pemotongan' beberapa hari pada zaman Paus Gregorius. Duniapun kalang kabut. Bayangkan saja jika Anda berjanji untuk rapat antar pemegang saham pada, misalnya 12 Februari, dan tiba-tiba intruksi 'suci' dari Vatikan menghapus hal tersebut, dan tahu-tahu esok hari sudah 27 Februari.

Orang Cina tidak begitu beruntung dengan penanggalannya, tapi kalender mereka masih dipegang teguh di Cina daratan maupun kepulauan. Bahkan yang sudah imigrasi ke kepulauan Indonesia pun masih sering memakainya. Coba lihat beberapa cetakan kalender di negeri kita ini. Setelah reformasi, mereka pun mendapat angin segar untuk merayakan Imlek secara lebih terbuka. Berbeda dengan kalender Masehi yang baru 2007, orang Cina sudah merayakan pergantian millennium III-nya beberapa ratus tahun lebih awal daripada pengguna kalender Masehi.

Kaum muslimin masih bisa berbangga dengan penanggalan Hijriyah yang ditetapkan oleh Umar bin Khattab. Kalender ini dihitung sejak hari Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah. Karena Nabi Muhammad adalah nabi yang diutus setelah Nabi Isa, wajar saja jika kalender Hijriyah lenih muda sekitar 580 tahun daripada kalender Masehi.

Berbeda dengan kalender lain yang perhitungan tiap bulannya pasti, tidak begitu dengan kalender muslim. Penentuan awal bulan dilakukan dengan melihat hilal pada akhir hari ke-29. Jika hilal terlihat, besok berarti tanggal I bulan baru. Jika tidak, besok masih merupakan hari ke-30. bahkan mendung yang menutup hilal pun bisa jadi penyebab ditetapkannya hari ke-30.

Sebagian kaum muslim berusaha 'memastikan' durasi tiap bulan dengan ilmu hisab dan falak. Tapi ini tidak bisa jadi patokan karena mnyelisihi sunnah Rasulullah. Selain itu, perhitungan dengan hisab malah menimbulkan kebinggungan kaum muslim negeri ini. Mending kita patuh kepada ulil amri yang walaupun kadang memakai hisab, tapi masih menghargai sunnah Nabi untuk kepastiannya.

Orang Jawa lain lagi, dalam masalah hitungan jumlah hari pun mereka sudah berbeda. Jika orang Nasrani masihbisa kompromi dengan kaum muslim dalam hal jumlah hari, tidak demikian dengan orang Jawa. Orang Jawa cukup beraktivitas dalam 5 hari dan tidak tujuh hari sebagaimana penanggalan lainnya. Memang aneh, tapi ini cukup bermanfaat bagi takmir masjid yang membuat jadwal khatib Jum'at di masjid-masjid pulau Jawa. Jika mereka menjadwal khatib berdasarkan Jum'at I, II, III dan IV, maka kadang-kadang khatib pada Jum'at IV bisa tidak kebagian jatah karena bulan Februari mungkin cukup tiga minggu saja. Sebaliknya, jika ada Jum'at V, pihak takmir masjid kebinggungan mencari khatib baru. Alih-alih dengan system di atas, sitem Jum'at Pon, Jum'at Wage, dan seterusnya tidak menimbulkan kekacauan di atas.

Dari empat komunitas di atas saja sudah cukup berbeda durasi tahun dan starting point tahunnya. Tak menutup kemungkinan penduduk asli Timbuktu, orang Eskimo, suku Mohican dan Indian Maya atau Aztec punya tahun sendiri-sendiri yang sangat berbeda dengan apa yang telah kita ketahui.

Sekedar Jadi Bebek

Lalu jika tahun baru bisa berbeda-beda, mengapa kita begitu hangar binger merayakan tahun baru?

Inilah hasil hegemoni barat. Dari situ tampak ketidakpercayaandiri kaum muslim untuk bangga menggunakan kalender Hijriyahnya.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa kalender Hijriyah sulit digunakan. Misalnya saja, untuk penjadwalan rapat perusahaan dan perencanaan kurikulum beberapa bulan ke depan akan sulit jika untuk bulan ini saja kita tidak tahu akan terdapat 29 hari atau 30 hari. Tapi keyantaannya, Kerajaan Arab Saudi, yang tentunya membutuhkan rapat kementrian dan penyusunan kurikulum sekolah, bisa berjalan dengan penanggalan berdasarkan Sunnah Nabi. Mungkin kita perlu membuka hubungan lebih dalam ke Negara-negara muslim daripada membebek ke negara kuffar.

Kalau pun alas an penggunaan kalender Masehi demi kemudahan bisa dibenarkan, toh kita bisa mengatasi penggunaannya sekedar untuk alasan-alasan di atas. Dan itu berarti, tak perlu merayakannya dengan hingar bingar.

Ikut merayakan tahun baru Masehi hanya akan menambah daftar masalah kita di akhirat nanti. Pertama, hal tersebut berarti tasyabbuh, meiru-niru kaum kafir, sedangkan kita dilarang dengan keras oleh Rasulullah terhadap hal itu. Sabda beliau, "Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut." (HR. Abu Dawud)

Kebanyakan perayaan tahun baru juga merupakan hura-hura. Alangkah baiknya jika harta yang dihamburkan hanya untuk kesenangan itu digunakan untuk membantu orang yang tak punya sehingga bisa jadi tabungan kita di akhirat nanti. Lebih-lebih lagi, orang yang mubadzir sudah dinyatakan Allah sebagai saudara setan, "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya."(Al-Isra':27)

Ritual Kontemplasi

Sebagian aktivis muslim menanggapi tahun baru Masehi dengan acara yang menurut mereka lebih sejuk. Yaitu dengan menggelar muhasabah tahunan pada malam tahun baru. Rame-rame mereka merenungi apa yang telah dilakukan pada hari-hari kemarin dan apa yang musti direncanakan tahun depan.

Boleh-boleh saja kita melakukan muhasabah, bahkan hal itu dianjurkan. Umar bin Khattab pernah berkata, "Hisablah diri kalian sebelum dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang dan berhiaslah untuk menghadapi hari penampakan yang agung." Walaupun konteks muhasabah dianjurkan untuk menghisab persiapan di akhirat, tak mengapalah muhasabah dilakukan untuk melihat amalan setahun lalu. Toh, hakikatnya tetaplah menghitung amalan untuk bekal ke akhirat nanti.

Walaupun muhasabah dianjurkan, kegitan berbentuk seperti di atas perlu dikritisi. Karena mnegkhususkan dan merutinkan muhasabah setiap pergantian tahun Masehi dengan rame-rame memerlukan dalil khusus. Jangan-jangan perbuatan ini merupakan amalan baru yang tidak ada contohnya dari Rasulullah. Jelas bukan kebaikan jika maksiat dilawan dengan bid'ah.

Yang terbaik adalah yang melakukan muhasabah setiap waktu, setiap ia merasa telah melakukan kesalahan sekecil apapun dan setiap kali ia telah selesai melakukan amal kebajikan. Tak perlu menunggu satu tahun, apalagi menunggu adanya acara muhasabah tahunan.

Setiap Hari adalah 'Tahun Baru'

Jika masalahnya 'hanya sekedar' muhasabah, ingat pentingnya waktu, sejak dulu Islam seudah memperingatkan hal itu. Allah sendiri bersumpah dengan waktu, dan jika Allah bersumpah dengan sesuatu berarti sesuatu tersebut mempunyai nilai yang sangat penting. Orang Arab sendiri berkata, "Waktu adalah pedang." Artinya jika kita tidak hati-hati menggunakan waktu, kita sendiri yang akan binasa.

Hal ini karena karakteristik waktu itu sendiri. Yang pertam adalah cepat berlalu, sehingga seakan kita baru beraktivitas sebentar di pagi hari, ternyata kita sudah menemui sore hari. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Allah dlam firman-Nya yang artinya, "Pada hari mereka melihat hari berbagkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja seperti di suatu waktu) di waktu sore atau pagi hari." (An-Naziat:46)

Kedua, waktu mustahil kembali. Sebagaimana kata Hasan Al basri, "Tiada hari tanpa menyeru, "Hai, anak Adam, aku adalah mahluk baru, dan aku menjadi saksi terhadap amalmu. Maka berbekallah denganku, sebab jika aku sudah lewat, tak mungkin bisa kembali sampai hari kiamat."

Ketiga, waktu itulah kehidupan yang sebenarnya. Masih kata Hasan Al-Basri, "Hai anak Adam, sesungguhnya hidup kamu adalah himpunan hari-hari. Setiap hari milikmu itu pergi, berarti pergilah sebagian darimu."

Tidak ragu lagi, setiap hari adalah modal keselamatan setiap anak manusia. Tak bijak jika dilewatkan dengan hura-hura. Kata lainnya, setiap hari harus dipersiapkan dengan baik. Setiap hari butuh semangat baru untuk hidup barau yang lebih baik. Setiap hari yang berlalu harus dihisab setiap hari. Untuk kemudian memperbaiki kesalahan hari ini agar hari esok lebih baik. Tak perlu menunggu tahun baru.

Sumber : Majalah Nikah edisi 10/I/2002, hal. 20-22