Senin, 19 November 2007

Agar Shalat Menjadi Hal Yang Besar Di Mata Kita

Berikut ini langkah-langkah yang inysa-Allah akan menjadikan kita memandang
shalat sebagai masalah yang besar:

À Menjaga waktu-waktu shalat dan batasan-batasannya.
À Memperhatikan rukun-rukun, wajib dan kesempurnaannya.
À Bersegera melaksanakannya ketika datang waktunya.
À Sedih, gelisah dan menyesal ketika tidak bisa melakukan shalat dengan
baik, seperti ketinggalan shalat berjama'ah dan menyadari bahwa seandainya
shalatnya secara sendirian diterima oleh Allah subhanahu wata'ala, maka dia
hanya mendapatkan satu pahala saja. Maka berarti dirinya telah kehilangan
pahala sebanyak dua puluh tujuh kali lipat.
À Demikian pula ketika ketinggalan waktu-waktu awal yang merupakan
waktu yang diridhai Allah subhanahu wata'ala, atau ketinggalan shaf
pertama, yang jika orang mengetahui keutamaannya tentu mereka akan berundi
untuk mendapatkannya.
À Kita juga bersedih manakala tidak mampu mencapai khusyu' dan tidak
dapat menghadirkan segenap hati ketika menghadap kepada Rabb Tabaraka
Wata'ala. Padahal khusyu' adalah inti dan ruh shalat, karena shalat tanpa
ada kekhusyu'an maka ibarat badan tanpa ruh.

Oleh karena itu Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak khusyu'
meskipun dia telah gugur kewajibannya. Dia tidak mendapatkan pahala
dari shalatnya, karena seseorang itu mendapatkan pahala shalat sesuai
dengan kadar kekhusyu'an dan tingkat kesadaran dengan kondisi shalatnya
itu.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya seorang hamba
melakukan shalat dan dan tidaklah dia mendapatkan pahala shalatnya
kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya,
sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya,
atau setengahnya.

" (HR. Ahmad, Abu Dawud dihasankan Al-Albani)

Oleh karenanya beliau menegaskan dalam sabdanya, "Jika kalian berdiri
untuk shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan
meninggalkan dunia." (HR Ahmad, Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani).

Sumber: 1. Ash-Shalâh, Limâdza?, Muhammad bin Ahmad al-Miqdam, Dâr
Thayyi-bah, Mekkah al-Mukarramah). 2. Hayya 'alash shalah, Khalid Abu
Shalih, hal 12-13, Darul Wathan.

Tidak ada komentar: