Senin, 19 November 2007

BERLINDUNG DARI GODAAN SETAN

Mewaspadai bisikan nafsu merupakan hal yang penting. Hal ini merupakan salah satu cara untuk membersihkan jiwa dari keburukan-keburukan. Namun mewaspadainya tanpa mewaspadai bisikan yang lain adalah merupakan jalan yang timpang. Sebagian kaum sufi berada pada jalan yang timpang ini. Mereka begitu memperhatikan aib jiwa dan keburukan nafsu, namun lupa memperhatikan bisikan yang lain. Bisikan yang lain itu adalah godaan setan.
Ternyata masalah setan lebih banyak disebut dalam Al-Quran dan Al-Hadits daripada masalah nafsu. Dalam Al-Quran, nafsu madzmumah (yang buruk dan jahat) disebutkan dalam surah Yusuf ayat 53 dan surat An-Nazi’at ayat 40. Adapun nafsu lawwamah (yang suka mencela) disebut dalam surat Al-Qiyamah ayat 2. Sedangkan masalah setan lebih banyak disebutkan. Hal ini disebabkan kejahatan dan rusaknya nafsu sebenarnya dikarenakan godaan setan. Sehingga, godaan setan itulah yang menjadi poros dan sumber kejahatan.
Allah memerintahkan hamba-Nya agar berlindung dari setan saat membaca Al-Quran dan lainnya. Sebaliknya, Allah tidak memerintahkan, meski dalam satu ayat, agar kita berlindung dari nafsu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghimpun permohonan perlindungan dari nafsu dan setan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, “Bahwasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu berkata, ‘Wahai Rasulullah! Ajarilah aku sesuatu yang harus kukatakan jika aku berada pada pagi dan petang hari.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah, Ya Allah yang Maha Mengetahui yang gaib dan nyata, pencipta segenap langit dan bumi, Tuhan dan pemilik sesuatu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan nafsuku dan dari kejatahan setan beserta sekutunya, dan dari melakukan kejahatan terhadap nafsuku atau aku melakukannya terhadap seorang muslim.’...” (Riwayat At-Tirmidzi, Abu Daud, dan Ad-Darimi)

Makna Isti’adzah
Memohon perlindungan kepada Allah atau isti’adzah mempunyai makna meminta penjagaan-Nya serta bersandar dan mempercayakan kepada-Nya.
Lafal isti’adzah disebut sebagai ta’awwudz. Lafal ta’awwudz ada beberapa macam sebagaimana yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca ta’awwudz dengan lafal, “A’udzu billahi minasy syaiythaanirrajiim, min hamazihi, wa nafkhihi, wa naftsihi.”
Dengan arti, “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkan gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).” (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Daraquthni, Hakim dan disahkan olehnya serta oleh ibban dan Adz-Dzahabi)
Pernah juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca dengan lafal, “A’udzu billahis samii-il a’liimi, minasy syaiythaanirrajiim.”
Dengan arti, “Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk.” (Riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad hasan)

Isti’adzah Sebelum Membaca Al-Quran
Salah satu hal yang diperintahkan Allah agar kita meminta perlindungan kepada-Nya adalah saat kita membaca Al-Quran.
Allah ta’ala berfirman,
“Apabila kamu membaca Al-Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (An-Nahl: 98)
Mengapa membaca isti’adzah sebelum membaca Al-Quran begitu penting? Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mencatat tujuh sebab pentingnya isti’adzah sebelum membaca Al-Quran.
Pertama, Al-Quran adalah obat bagi apa yang ada dalam dada. Ia menghilangkan godaan yang dimasukkan setan ke dalam dada. Al-Quran adalah penawar bagi apa yang diperintahkan setan dalam dada seorang hamba. Maka, jika akan membaca Al-Quran, kita diperintahkan mengusir godaan setan tersebut, mengosongkan hati darinya, lalu obat tersebut mengisi tempat yang telah kosong tersebut sehingga lebih teguh meresap.
Kedua, para malaikat dekat dengan pembaca Al-Quran. Sedangkan, setan adalah musuh malaikat. Karena itu, pembaca Al-Quran diperintahkan memohon kepada Allah agar dijauhkan dari setan, sehingga didatangi malaikat.
Ketiga, setan memperdaya pembaca Al-Quran agar ia lupa dari merenungi makna ayat yang dibacanya. Karena itu, ia diperintahkan untuk beristi’adzah kepada Allah dari setan.
Keempat, pembaca Al-Quran berdialog dengan Allah dengan membaca firman-Nya. Sedangkan pembicaraan setan adalah syair dan lagu. Karena itu, pembaca Al-Quran diperintahkan agar mengusir setan dengan isti’adzah saat berdialog dengan Allah dan ketika Allah mendengar bacaannya.
Kelima, Allah mengabarkan bahwa tidaklah Dia mengutus seorang rasul atau nabi pun kecuali ia mempunyai keinginan, setan memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan-keinginan itu. Para salaf berpendapat bahwa maknanya adalah jika ia membaca Al-Quran, maka setan menggoda sepanjang bacaannya.
Jika yang demikian setan lakukan kepada para rasul, bagaimana dengan mereka yang bukan rasul? Karena itu, setan membuat salah ketika seorang hamba membaca Al-Quran, merancukannya dan menggodanya sehingga lisannya keliru membaca atau mengusik akal dan hatinya. Karena inilah, pembaca Al-Quran diperintahkan memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan.
Keenam, setan sangat bersungguh-sungguh dalam menggoda manusia saat ia ingin melakukan kebaikan, atau ketika sedang melakukannya, setan berusaha keras agar hamba tersebut tidak melanjutkan perbuatan baiknya. Setan senantiasa mengintai manusia pada setiap jalan kebaikan. Dia senantiasa mengintai, apalagi saat membaca Al-Quran. Karena itu, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar memerangi musuh yang menghalangi jalannya tersebut pertama-tama sebelum membaca Al-Quran. Sebagaimana seorang musafir, jika ada yang mencegatnya di jalan, ia akan berusaha menolak pencegat itu lebih dulu, baru kemudian meneruskan perjalanannya.
Ketujuh, isti’adzah sebelum membaca Al-Quran adalah pertanda dan peringatan bahwa yang akan datang setelah itu adalah Al-Quran.
Mewaspadai godaan setan dan berlindung kepada Allah darinya merupakan hal yang penting. Jangan sampai seorang hamba melalaikan hal ini. Demikian juga masalah membaca ta’awwudz sebelum membaca Al-Quran. Hendaknya hal ini diperhatikan oleh setiap hamba Allah yang ingin membersihkan jiwanya.
(Abu Ukasyah)

Sumber: Melumpuhkan Senjata Syetan, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Darul Falah.

Tidak ada komentar: